Kamis, 01 Mei 2014

Metode Dakwah

METODE DAKWAH MUJADALAH AL-LATI HIYA AHSAN المجا دلة با لتى هي احسن A. PENDAHULUAN Metode dakwah adalah cara yang ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana, system , tata cara pikir manusia. Metode Almujadalah al-lati hiya ahsan merupakan metode tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang di ajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut. Dan juga metode ini adalah suatu cara membawa orang lain kepada islam dengan diskusi yang dilandasi argumentasi yang berbeda dengan mempergunakan dalil yang kompleksitas dan dapat memberikan petunjuk terhadap orang kafir serta dapat membawa ia kembali kepada semua maqasyid al-syari’ah dan furu’nya. Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk mencapai ajaran materi dakwah islam. Secara garis besar ada 3 pokok metode dakwah, yaitu: 1. Bil al-hikmah 2. Mau’izah hasanah 3. Mujadalah billati hiya ahsan. Dan didalam makalah ini pemakalah akan membahas tentang metode yang ketiga yaitu metode Mujadalah Billati Hiya Ahsan. Untuk lebih memperjelas pemahaman kita, pemakalah akan menguraikannya pada halam berikutnya. B. METODE DAKWAH MUJADALAH AL-LATI HIYA AHSAN 1. Pengertian Mujadalah Al-Lati Hiya Ahsan Secara etimologi kata المجا دلة berasal dari akar kata jada, wajadala, mujadilah, yujadil, ل yang berarti munaqasyah dan khashamah atau berarti diskusi dan perlawanan. Atau metode dalam berdiskusi dengan mempergunakan logika yang rasional dengan argumentasi yang berbeda. جادل artinya berbantah-bantahan, berdebat, bermusuh-musuhan dan bertengkar. Sedangkan جد ل artinya memintal, memilin. Atau dapat juga dikatakan berhadapan dalil dengan dalil, sedangkan mujadalah diartikan dengan berbantah-bantahan dan memperundingkan atau perundingan yang di tempuh melalui perdebatan dan pertandingan. Atau penyimpangan dalam berdiskusi dan kemampuan mempertahankannya. Kata jadala juga dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannyadengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan. Menurut Ali Al-jarisyah, dalam kitabnya Adab al-hiwar waalmunadzarah, mengartikan bahwa al-jidal secara bahasa dapat bermakna pula “Datang untuk memilih kebenaran” dan apabila berbentuk isim al-jadlu maka berarti “Pertentangan atau perseteruan yang tajam”. Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa pendapat dikalangan ulama antara lain menurut Ibnu Sina (980-1037M), jidal ialah bertukar fikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan bicara. Sedangkan menurut Al-jurjani jidal ialah mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan bicara dari pendirian yang dipeganginya. Sedangkan Abi al-biqai dalam Muhammad abu al-fatah al bayanuni, adalah ungkapan dalam penolakan kepada seseorang dengan cara membantahnya karena rusaknya perkataan dengan suatu hujjah. Almujadalah berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat. Memperhatikan pengertian di atas, maka ditemukan dua bentuk jidal, yaitu jidal yang terpuji dan tercela. Adapun jidal yang bertujuan untuk menegakkan dan membela kebenaran, dilakukan dengan ushlub yang benar dan relevan dengan masalah yang dijadikan pokok bahasan. Sedangkan sebaliknya adalah suatu yang membawa kepada kebatilan, maka jidal seperti itu adalah tercela. Berhubungan dengan adanya jidal yang tercela, maka Al-qur’an mengatur jidal tersebut dengan cara yang lebih baik sejalan dengan pendekatan dakwah yang ditetapkan oleh nash. Karena cara ini merupakan pendekatan metode akal yang paling konkrit dan diekspresikan dalam bentuk diskusi, perbandingan, percakapan dan istilah lain yang menunjukkan kepada makna tersebut berdasarkan tempatnya. Sedangkan dalam memahami kata mujadalah dalam surat An-nahl: 125 adalah dengan arti berbantah-bantahan, sebab jika diambil arti bermusuh-musuhan, bertengkar, memintal, memilin, tampaknya tidak memenuhi apa yang dimaksud oleh ayat tersebut secara keseluruhan. 2. Aspek Mujadallah Al-Lati Hiya Ahsan Dalam Al-Qur’an Aspek mujadalah yang tercakup dalam Al-qur’an meliputi 3 bentuk, yaitu: 1) Mujadalah yang dapat membawa tukar fikiran dengan mempergunakan argumentasi yang valid untuk dapat menetapkan keyakinan, hokum agama sebagaimana yang telah di praktekkan oleh para Rasul dan Nabi didasari kepada wahyu dengan komunikasi yang benar dan menghindari terjadinya miskomunikasi. 2) Mujadalah dengan pendekatan hiwar, yaitu mendiskusikan persoalan tersebut dengan cara yang baik melalui diskusi dan pembahasan yang tuntas, sehingga way out-nya tegas dan jelas. Sebagaimana isyarat surat Al-mujaddalah. Kelebihannya antara lain: a. Suasana dakwah akan tampak hidup, sebab semua peserta mencurahkan perhatiannya kepada masalah yang sedang didiskusikan. b. Dapat mengehilangkan sifat-sifat individualities dan diharapkan akan menimbulkan sifat-sifat positif pada mitra dakwah seperti toleransi, demokrasi, berpikir sistematis dan logis. c. Materi akan dapat dipahami secara mendalam. 3) Mujadalah yang muncul dari tipologi orang kafir yang mereka berdiskusi dengan cara tidak benar untuk mengalahkan kebenaran. Seperti isyarat Allah pada surat Ghafir (Al-mukmin). 3. Bentuk-Bentuk Metode Mujadalah Al-Lati Hiya Ahsan Bentuk-bentuk metode Mujadalah Al-Lati Hiya Ahsan ini meliputi kepada 2 bagian, yaitu: a. Al-asilah wa al-ajwibah (tannya jawab): suatu bentuk metode dakwah yang diawali dengan pertanyaan-pertanyaan dan dan memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut sesuai dengan kondisinya. Jika pertanyaan berhubungan dengan aqidah, maka jawaban yang diberikan dengan jelas dan tuntas, jika pertanyaan itu muncul dalam bentuk hukum, maka jawaban disampaikan secara bertahap dan berencana, sedangkan jika pertanyaan yang muncul seputar kemasyarakatan dan social maka jawabannya dijawab dengan terperinci dan hasilnya langsung dinikmati oleh masyarakat. Metode ini dipergunakan dalam bentuk member jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan oleh umat islam yang belum atau mereka dapati atau belum mereka ketahui secara pasti hakikat atau penjelasannya. Dengan kata lain meode ini berbentuk Tanya jawab, yaitu saling tukara pikiran antara sasaran dakwah dengan pelaksana dakwah. Metode ini adalah berhadapan seseorang aatau kelompok yang pandai dengan orang pandai lainnya. b. Alhiwar (dialog), kata hiwar berasala dari bahasa arab dari akar kata ح, و, ر yuhawiru, muharawatan, yang berarti perdebatan yang memerlukan jawabannya atau tanya jawab pada satu objek tertentu yang mendekati kepada munakasah dan mubahastah terhadap suatu persoalan dan peristiwa yang terjadi, dimana ketika terjadinya diskusi , langsung ditemukan solusinya sehingga suasana dialogis langsung menerima keputusan atau jawaban pada saat terjadinya persoalan ketika itu. Didalam Al-qur’an dialog nabi dengan kaumnya terdapat 23 kali yang tersebar dalam berbagai surat dan ayat dalam Al-qur’an, maka bahasan ini tidak menjelaskan semua topic dialog tersebut, akan tetapi difokuskan hanya kepada dialog beberapa Nabi dengan kaumnya, antara lain: nabi Ibrahim dengan bapak dan kaumnya, Musa dengan Fir’aun, dan nabi Muhammad dengan Ahl al-kitab. Metode mujadalah al-lati hiya ahsan tidak hanya berbicara sebatas konsep, namun Al-qur’an telah mengaplikasikannya melalui petunjuk Al-qur’an dalam melaksanakan dakwah islam. Sebab mujadalah hasanah itu dipahami dengan bertukar pikiran atau berdiskusi dengan baik, maka mujadalah telah bersifat aplikatif (diterapkan) sebagaimana dua metode sebelumnya. Dan telah dipraktekkan oleh nabi Muhammad saw dalam mengembangkan ajaran islam kepada umat manusia 4. Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Berhubungan Dengan Muajadalah Al-Lati Hiya Ahsan Pada kajian ini tidak semua akar jadala yang menjadi sorotan, akan tetapi terdapat delapan ayat yang erat hubungannya dengan masalah yang dibahas, yaitu: a) Surat An-nahl ayat 125              •     •        Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Dalam ayat di atas, terdapat arti “berbantah-bantahan” atau berarti bermusuh-musuhan, bertengkar atau memilin atau memintal, jelas tidak memenuhi sebagaimana dimaksud oleh ayat tersebut secara universal. Akan tetapi, jika diambil dari arti kata mujadala secara transparan, maka pengertian yang ditemukan menjadi negative, namun bila dirangkaikan dengan kata حسنة (baik), maka artinya menjadi positif, yaitu berbantah-bantah dengan cara yang terpimpin dalam upaya menemukan kebenaran. b) Surat An-nisa’ ayat 107        •         Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa,” Ayat ini menunjukkan etika mujadalah dengan orang-orang yang berkhianat kepada islam, karena tujuan mereka bermujadalah adalah untuk kepentingan hidup dunia semata, bukan untuk mencari kebenaran, sebab jiwanya akan tetap mengingkari kebenaran islam dan membencinya. Maka Allah melarang melayaninya. Untuk itu, debat mewujudkan 3 hal pokok, yaitu: memperbaiki sasaran dan tujuan dakwah, memperbaiki pendekatan dan bentuk dakwah, memperbaiki hasil dakwah yang belum berhasil. c) Surat Luqman ayat 20   •    •             ••             Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” Mujadalah disini adalah bantahan tentang kemaha kuasaan Allah terutama yang menyangkut dengan kejadian manusia dan hewan, sehingga ia bermujadalah tentang keesaan Allah, sifat dan eksistensi para rasul tanpa dilandasi kepada pemikiran rasional. d) Surat Al-mujaddalah ayat 1                •     Artinya: “Sesungguhnya Allah Telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat “. Maksud ayat ini adalah meminta adanya penyelesaian secara tuntas tentang zihar sehingga antara kedua suami istri terdapat kedamaian dalam kehidupannya. Ini menunjukkan bahwa jidal adalah proses untuk menemukan kebenaran bukan melahirkan petengkaran. e) Surat Al-ankabut ayat 46                •             Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri". Yang di maksud ahli kitab dalam terminology alqur’an adalah orang-orang yang berada diluar islam, diklasifikasikan kepada musyrik dan ahli al-kitaby (kafir). Maka bermujadalah dengan mereka adalah dengan berlaku baik, lemah lembut dan merasa dekat kepadanya. f) Surat Al-hajj ayat 8  ••             Artinya: “Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab (wahyu) yang bercahaya.” Dalam ayat diatas, mujadalah mencerminkan diantara manusia ada orang-oarang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, yaitu sebagian mereka menjadikan mujadalah itu sebagai suatu yang dianjurkan Allah sesuai dengan sifat dan perbuatan, sebagian lain bermujadalah tanpa mengikuti argumentasi dan keterangan bahkan tidak mengetahui apa yang ia katakana, seperti Allah tidak berkuasa untuk menghidupkan, Allah mempunyai anak dan Al-qur’an adalah sebagai senandung orang purbakala dan lain sebagainya. Mujadalah yang mereka lakukan tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya, akan tetapi ia mengikuti keinginan setan dan hawanya. g) Surat Al-ghafir ayat 35                           Artinya: “(yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” Mujadalah disini tertuju kepada orang-orang yang memerdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alas an yang sampai kepada mereka, yaitu mereka melampaui batas, tanpa argument yang valid dan keterangan yang jelas serta menghancurkan kebenaran dengan kebathilan, sehingga Allah mengancam mereka dengan kemurkaan yang amat besar dan mengunci hatio mereka, karena kesombongannya. C. PENUTUP Demikianlah makalah yang kami buat, Kami menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kami, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa kami mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR BACAAN Salmadanis, Metode Dakwah Perspektif Al-Qur’an, Hayfa Press, Padang: 2002 Munzier Suparta, Metode Dakwah, Prenada Media, Jakarta: 2003 Keluarga Besar BPI-A 09, Metode Dakwah, Padang: 2012 Al-Qur’an Dan Terjemahannya

Pengantar Bimbingan dan Konseling

MAKALAH Di Ajukan Untuk Melengkapi Tugas Individu Dalam Mata Kuliah Pengantar Bimbingan Dan Konseling Semester III Jurusan BKI. A Tahun Akademik 2013/2014 Oleh: NOVA HIDAYATI NIM. 212.096 Dosen Pembimbing: Dra. Nurfarida Deliani M.Pd Syawaluddin S.Sos.I JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM (BKI-A) FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) IMAM BONJOL PADANG 1435 H / 2014 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kita panjatkan atas kehadiran Allah SWT, yang mana beliau telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita bersama sehingga kita dapat beraktifitas sampai saat sekarang ini. Dan tidak lupa pula kita hadiahkan shalawat berangkaikan salam kepada Nabi yullah Muhammad SAW, yang mana beliau telah membawa kita dari alam kejahilan hingga alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat sekarang ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Psikologi yaitu Ibuk Dra. Nurfarida Deliani M.Pd dan Bapak Syawaluddin S.Sos.I yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, agar makalah ini bermanfaat dan lebih baik lagi di masa yang akan datang. Padang, Januari 2014 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1. PENGERTIAN DAN SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING 2. DIMENSI KEMANUSIAAN 3. KASUS DAN STUDY KASUS 4. TUJUAN DAN FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING 5. PRINSIP DAN LANDASAN PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING 6. ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING 7. BIDANG-BIDANG PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING 8. JENIS-JENIS LAYANAN DAN FORMAT PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 9. KEGIATAN PENDUKUNG PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING 10. PENILAIAN 11. INSTRUMENTASI DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING 12. SATLAN, SATKUNG DAN LAPELPROG PENGERTIAN DAN SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING A. PENDAHULUAN Istilah Bimbingan dan Konseling sudah sangat populer dewasa ini, dan bahkan sangat penting peranannya dalam sistem pendidikan kita dewasa ini. Ini semuanya terbukti karena Bimbingan dan Konseling telah dimasukkan dalam kurikulum. Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini sangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya). Kepribadian menyangkut masalah perilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan ketrampilan. Tingkat kepribadian dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang adalah merupakan suatu gambaran mutu dari orang bersangkutan. Pada masyarakat yang semakin maju, masalah penemuan identitas pada individu menjadi semakin rumit. Hal ini disebabkan oleh tuntutan masyarakat maju kepada anggota-anggotanya menjadi lebih berat. Persyaratan untuk dapat diterima menjadi anggota masyarakat bukan saja kematangan fisik, melainkan juga kematangan mental psikologis, kultural, vokasional, intelektual, dan religius. Kerumitan ini akan terus meningkat pada masyarakat yang sedang membangun, sebab perubahan cepat yang terjadi pada masyarakat yang sedang membangun, akan merupakan tantangan pula pada individu atau siswa. Keadaan semacam inilah yang menuntut diselenggarakannya Bimbingan dan Konseling di sekolah. B. PENGERTIAN DAN SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING 1. Pengertian Bimbingan Pengertian bimbingan sangat banyak dikemukakan oleh pakar-pakar bimbingan dan konseling, terutama yang berasal dari Amerika Serikat, Negara asal bimbingan dan konseling itu. Pada mulanya bimbingan dimaksudkan sebagai usaha membantu para pemuda agar mendapatkan pekerjaan. Hal ini berguna untuk mengatasi kenakalan remaja, dengan asumsi bahwa memberikan pekerjaan diharapkan ketegangan emosional dan keliaran remaja dapat berkurang. Arthur J. Jones (1970) mengartikan bimbingan sebagai “The help given by one person to another in making choices and adjustment and in solving problems”. Pengertian bimbingan menurut Arthur ini amat sederhana yaitu bahwa dalam proses bimbingan ada dua orang yakni pembimbing dan yang dibimbing, dimana pembimbing membantu si terbimbing sehingga ia mampu membuat pilihan-pilihan, menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Frank W. Miller dalam bukunya Guidance, principle and services (1968), mengemukakan Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan bagi penyesuaian diri secara baik dan maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat. Berbeda dengan Miller, Peters dan Shertzer (1974) mengemukakan Bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu agar ia memahami dirinya dan dunianya,sehingga dengan demikian ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya (Sofyan S. Willis, 2004: 10-14). Bimbingan adalah suatu bentuk layanan yang bersifat universal tidak terbatas hanya pada sekolah atau keluarga, tetapi bimbingan juga dapat di temukan dalam seluruh fase kehidupan didalam keluarga, dalam bisnis dan industry, dalam pemerintahan, dalam kehidupan masyarakat, di dalam rumah sakit, dalam lembaga pemasyarakatan, panti werda dan sebagainya (Hellena, 2001: 8). 2. Pengertian Konseling Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu Consilium yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-saxon, istilah konseling berasala dari Sellan yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan” (Prayetno, 2004: 99). Secara historis asal mula pengertian konseling adalah untuk memberi nasehat, seperti penasehat hukum, penasehat perkawinan dan penasehat camping anak-anak pramuka. Kemudian nasehat itu berkembang ke bidang-bidang bisnis, manajemen, otomotif, investasi dan financial. English & English pada tahun 1958 mengemukakan arti konseling adalah suatu hubungan antara seseorang dengan orang lain, dimana seseorang berusaha keras untuk membantu orang lain agar memahami masalah dan dapat memecahkan masalahnya dalam rangka penyesuaian dirinya. Pada tahun 1955 Glen E. Smith mendefenisikan konseling sebagai suatu proses dimana konselor membantu konseli (klien) agar ia dapat memahami dan menafsirkan fakta-fakta yang berhubungan dengan pemilihan, perencanaan dan penyesuaian diri sesuai dengan kebutuhan individu. Milton E. Hahn (1955) mengatakan bahwa konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan seorang dengan seorang yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seorang petugas professional yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk membantu agar klien mampu memecahkan kesulitannya (Sofyan S. Willis, 2004: 17-18). Jadi, dapat kita simpulkan Bimbingan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup. Ada 5 hal yang akan di capai dengan usaha bimbingan dan konseling di sekolah, yaitunya untuk mengenal diri sendiri dan lingkungan, untuk dapat menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, untuk dapat mengambil keputusan sendiri tentang berbagai hal, untuk dapat mengarahkan diri sendiri dan untuk dapat mewujudkan diri sendiri (Syahril, 1987: 46-47). 3. Sejarah Bimbingan Dan Konseling Melihat sejarah perkembangannya, bimbingan konseling berawal dari Amerika Serikat yang dipelopori oleh seorang tokoh besar, yaitu Frank Parson melalui gerakan yang terkenal yaitu Guidance Movement (gerakan bimbingan). Awal dari gerakan ini dimaksudkan sebagai upaya mengatasi semakin banyaknya veteran perang USA yang tidak memiliki peran. Oleh karena itu, Parson berupaya memberi bimbingan Vocational sehingga veteran-veteran tersebut tetap dapat berkarya sesuai dengan kondisi mereka (Sutirna, 2012:28-29). Khusus di bidang pendidikan di Amerika Serikat terdapat beberapa factor yang mendorong berkembangnya pelayanan bimbingan di sekolah yaitu : perkembangan demokrasi dalam bidang pendidikan, perluasan program pendidikan baik secara vertical maupun secara horizontal, perkembangan teknologi yang mengakibatkan tergantinya tenaga manusia oleh alat-alat elektronik yang mengimplikasikan pengangguran sehingga membutuhkan usaha untuk menyalurkan tenaga-tenaga kerja secara tepat dan efektif, kondisi moral dan keagamaan, kondisi-kondisi social ekonomis, konsep individualisme (Syahril, 1987: 67-68). Jones (1963) menyatakan bahwa konseling sebagai salah satu teknik dari bimbingan. Bimbingan memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian konseling sehingga Jones menyatakan bahwa konseling merupakan bagian dari bimbingan (Sutirna, 2012:16). Di Indonesia, periode pertama, di mulai sejak tahun 1962. Pada saat ini bimbingan dan konseling mulai berkembang di sekolah-sekolah di Indonesia, khususnya SMA, yang pada saat itu disebut SMA Gaya Baru. Bermula dari banyaknya pakar pendidikan yang telah menamatkan studinya di AS dan kembali ke Indonesia dengan membawa konsep-konsep bimbingan dan konseling, hal itu terjadi sekitar tahun 60-an. Tidak dapat dibantah bahwa para pakar pendidikan itu telah menggunakan dasar-dasar pemikiran yang diambil dari pustaka AS. Khusus mengenai pandangan terhadap anak didik mempunyai potensi untuk berkembang karena itu pendidikan harus memberikan situasi kondusif bagi perkembangan potensi tersebut secara optimal. Potensi yang dimaksud adalah potensi yang baik, yang bermanfaat bagi anak dan masyarakatnya. Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia cendrung berorientasi layanan pendidikan dan pencegahan. Sejak tahun 1975 bimbingan dan konseling di galakkan di sekolah-sekolah, upaya ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada siswa sehingga ia dapat berkembang seoptimal mungkin. Dalam pelaksanaannya bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah lebih banyak menangani kasus-kasus siswa bermasalah dari pada pengembangan potensi siswa (Sofyan S. Willis, 2004:1-2). Sejarah lahirnya bimbingan dan konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20-24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 berdiri proyek perintis sekolah pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini bimbingan dan penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan” pada PPSP. Lahirnya kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat pedoman bimbingan dan penyuluhan, selanjutnya pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang, IPBI inilah yang memeberikan pengaruh besar terhadap perluasan program bimbingan di sekolah. Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA bimbingan penyuluhan di IKIP untuk mengisi jabatan guru bimbingan dan penyuluhan disekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 jurusan bimbingan dan penyuluhan. Keberadaan bimbingan dan penyuluhan secara legal formal diakui tahun1989 dengan lahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989. Sampai tahun 1993 pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan disekolah tidak jelas, muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah. Pada tahun 2001 terjadilah perubahan nama dari IPBI menjadi Asosiasi Bimbingan Dan Konseling Indonesia (ABKIN). Penggantian dan pemunculan nama ABKIN ini dilandasi oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan public. ABKIN inilah sekaligus sebagai organisasi professional bagi seluruh insan bimbingan dan konseling di Indonesia (Sutirna, 2004:30-32). C. KESIMPULAN Makna bimbingan selalu berdampingan dengan makna konseling atau dengan kata lain bahwa makna dari bimbingan dan konseling tidak dapat dipisahkan. Dalam pelaksanaannya bimbingan dan konseling tidak dapat dipisahkan, artinya dalam satu kesatuan yang utuh. Namun, perlu diingat bahwa setiap bimbingan belum bisa dikatakan sebagai konseling, tetapi jika konseling dapat dipastikan bimbingan, karena setiap pelaksanaan konseling intinya harus ada masalah yang akan didiskusikan. D. KRITIK DAN SARAN Penulis menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulis, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir, tidak lupa penulis mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Sutirna, Bimbingan Dan Konseling. Cv. Andi Offset, Bandung. 2012 Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori Dan Praktek. Cv. Alfabeta, Bandung. 2004 Prayetno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Bineka Cipta, Jakarta. 2004 Syahril, Pengantar Bimbingan Dan Konseling, Angkasa Raya. 1987 Hellena, Bimbingan Dan Konseling, IAIN IB Press, Padang. 2001 ayu-krisna5.blogspot.com/2012/09/makalah-sejarah-bimbingan-konseling.html http://belajarpsikologi.com/pengertian-bimbingan-dan-konseling DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN A. PENDAHULUAN Sebagai individu manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara aspek badani dan rohaninya. Manusia bukan hanya badan, sebaliknya bukan hanya roh. Sebagai individu, setiap manusia mempunyai perbedaan sehingga bersifat unik. Setiap manusia mempunyai dunianya sendiri, tujuan hidupnya sendiri. Masing-masing secara sadar berupaya menunjukkan eksistensinya, ingin menjadi dirinya sendiri atau bebas bercita-cita untuk menjadi seseorang tertentu, dan masing-masing mampu menyatakan “inilah aku” di tengah-tengah segala yang ada. Karena itu, manusia adalah subjek dan tidak boleh dipandang sebagai objek. B. DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN Manusia adalah salah satu mahluk Allah yang paling sempurna, baik dari aspek jasmaniah maupun aspek rohaniah. Secara etimologi istilah manusia dalam Al-qur’an ada 4 yang dipergunakan yaitu: a. Ins, insani dan unas b. Basyar c. Bani adam d. Dzuririyat Adam. Kalau ditilik lebih mendalam, keberadaan dan kehidupan manusia, baik perseorangan maupun kelompok, tampak gejala-gejala mendasar sebagai berikut: 1. Antara orang yang satu dengan orang-orang lainnya terdapat berbagai Perbedaan yang kadang-kadang bahkan sangat besar. Persamaan diantara orang-orang itu juga banyak, seperti sama-sama memerlukan makanan dan minuman serta udara segar, sama-sama menghendaki kesenangan dan kebahagiaan, sama-sama dapat merasa menderita dan mengalami kesembuhan, sama-sama dapat mempelajari sesuatu, ingat dan lupa, sama-sama menginginkan untuk dicintai dan mencintai, sama-sama dapat merespon perangsang yang datang dari dalam dan dari luar dirinya, dan lain sebagainya. Namun demikian, perbedaan yang terdapat diantara setiap orang cukup atau sangat banyak, atau bahkan tidak terhitung jumlahnya. Baik dari segi penampilan fisik maupun perbedaan-perbedaan dalam aspek-aspek mental. 2. Semua orang memerlukan orang lain. Tiada seorangpun memperoleh kehidupan yang menyenangkan dan membahagiakan apabila orang tidak pernah berperanan terhadapnya. Dari tinjauan agama, Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan Tuhan memerlukan kawan, maka diciptakan Siti Hawa. Kemudian keturunan Adam dan Hawa saling berinteraksi sesamanya mewujudkan keberadaan dan kehidupan mereka didunia. 3. Kehidupan manusia tidak bersifat acak ataupun sembarangan, tetapi mengikuti aturan-aturan tertentu. Hampir semua kegiatan manusia, baik perseorangan maupun kelompok, mengikuti aturan-aturan tertentu. 4. Ditinjau dari sudut agama, kehidupan tidak semata-mata di kehidupan dunia fana, melainkan juga menjangkau kehidupan diakhirat. Semakin disadari keterkaitan pada sang pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Kesadaran tersebut pada gilirannya mewarnai peri kehidupan manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok. Kegiatan-kegiatan kemanusiaan, baik sehari-hari maupun yang berjangka lebih panjang, diberi warna dan jangkauan yang tidak sekedar saat ini dan hari ini saja, melainkan berjangkauan kedepan yang lebih jauh dan lebih jauh lagi sampai menjangkau kehidupan kelak dikemudian hari. Keempat gejala mendasar diatas merupakan dimensi kemanusiaan. Dimensi disini di maksudkan sebagai sesuatu yang secara hakiki ada pada manusia disuatu segi, dan disegi lain sebagai sesuatu yang dapat dikembangkan. Dalam kaitan itu, masing-masing gejala mendasar tersebut dapat dirumuskan sebagai dimensi keindividualan (individualitas), dimensi kesosialan (sosialitas), dimensi kesusilaan (moralitas) dan dimensi keberagaman (religiusitas). Untuk mengetahui manusia menurut teori konseling, maka penting mengetahui secara singkat dimensi-dimensi kemanusiaan yang memegang peranan penting dalam kegiatan konseling. Dimensi-dimensi tersebut adalah: a. Pengembangan Dimensi Keindividualan memungkinkan seseorang mempergenapkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah kepada aspek-aspek kehidupan yang positif. Bakat, minat, kemampuan dan berbagai kemungkinan yang terbuat didalam aspek-aspek mental-fisik dan biologis berkembang dalam rangka dimensi keindividualan itu. Perkembangan dimensi ini membawa seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri, dengan aku yang teguh, positif, produktif dan dinamis. b. Perkembangan dimensi keindividualan diimbangi dengan perkembangan Dimensi Kesosialan pada diri individu yang bersangkutan . perkembangan dimensi ini memungkinkan seseorang mampu berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerja sama dan hidup bersama orang lain. Kaitan antara dimensi keindividualan dan kesosialan memperlihatkan bahwa manusia adalah sekaligus makhluk individu dan makhluk social. Dimensi pribadi dan social saling berinteraksi dan dalam interaksi itulah keduanya saling bertumbuh, saling mengisi dan saling menemukan makna yang sesungguhnya. c. Dimensi Kesusilaan memberikan warna moral terhadap perkembangan dimensi pertama dan kedua. Norma, etika dan berbagai ketentuan yang berlaku mengatur bagaimana kebersamaan antar individu seharusnya dilaksanakan. Dimensi kesusilaan justru mampu menjadi pemersatu sehingga dimensi keindividualan dan kesosialan dapat bertemu dalam satu kesatuan yang penuh makna. d. Dalam Dimensi Keagamaan ini manusia menghubungkan diri dalam kaitannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia tidak terpukau dan tidak terpaku pada kehidupan didunia saja, melainkan mengaitkan secara serasi, selaras dan seimbang kehidupan dunianya dan kehidupan diakhirat. Apabila keempat dimensi dimisalkan sebagai sebuah titik, maka dengan ketiga dimensi yang pertama dapat dibangun sebuah bidang yang dapat kita sebut sebagai Bidang Kehidupan Manusia, perhatikan gambar di bawah ini: Dengan dipadukannya dimensi keempat, maka lengkaplah wadah kehidupan manusia itu dalam segenap sisinya: sisi individu dan sosialnya, sisi dorongan yang harus dipenuhi dan etika pemenuhannya, sisi dunia dan akhiratnya, serta sisi hubungan sesame manusia dan hubungan dengan Tuhan. Dengan dimensi keempat itu pula kehidupan manusia tidak lagi semata-mata merupakan kehidupan yang mendatar, melainkan dapat setiap kali ditingkatkan derajatnya sesuai dengan ketinggian derajat manusia, perhatikan gambar di bawah ini: Dimensi Keagamaan Dimensi Kesusilaan Dimensi Keindividualan Dimensi Kesosialan Dimensi keberagamaan, apabila dijalankan dengan sebaik-baiknya, akan mampu mengangkat kehidupan manusia semakin tinggi, bukan saja dari segi makna keduniawiannya, melainkan juga sekaligus keakhiratnya. Dengan demikian, dengan dimensi yang diwujudkan secara terpadu dan penuh, manusia akan menemukan kehidupan yang lengkap dan utuh serta mencapai tingkat derajat yang setingi-tingginya. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Ada empat gejala mendasar yang dimiliki oleh manusia, yaitu: perbedaan-perbedaan, kesamaan, aturan dan kesadaran pada hari akhir, dan ini merupakan sesuatu yang bersifat hakiki; sesuatu yang tidak hanya kemungkinan dasarnya dikaruniakan oleh Tuhan, melainkan juga kemungkinan keterbukaannya untuk dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Keempat gejala mendasar tersebut merupakan dimensi kemanusiaan. Dimensi disini dimaksudkan sebagai sesuatu yang secara hakiki ada pada manusia disuatu segi, dan disegi lain sebagai sesuatu yang dapat dikembangkan. Masing-masing gejala mendasar tersebut dapat dirumuskan sebagai dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan dimensi keberagamaan. 2. Kritik dan saran Penulis menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulis, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir, tidak lupa penulis mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, PT Rineka Cipta, Jakarta: 2004 http://makalah-staid.blogspot.com/2013/03/makalah-kelompok-4.html KASUS DAN STUDI KASUS A. Pendahuluan Dalam kehidupan manusia sangat mungkin terjadi berbagai permasalahan, baik yang dialami oleh individu maupun kelompok misalnya bagi diri sendiri, keluarga, lembaga tertentu atau dalam masyarakat luas, karena kehidupan manusia itu penuh dengaan aktifitas dalam berbagai aspeknya, sehingga setiap aktifitas membawa permasalahan sendiri sesungguhnya, permasalahan itu ,esti diatasi supaya hidup manusia itu selamat dan mencapai sukses. Untuk itu konselor harus memiliki wawasan luas tentang berbagai masalah yang terkandung dalam kasus mulai dari pembahasan tentang pengertian dan pemahaman kasus sampaio kepada penanganan dan penyikapan terhadap kasus melalui studi kasus. B. Kasus dan Studi Kasus 1. Pengertian Kasus Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dibaca bahwa kasus berarti soal atau perkara atau keadaan sebenarnya suatu urusan atau perkara. Apabila istilah kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini berarti bahwa pada orang yang dimaksud itu terdapat soal atau perkara tertentu. Dalam bimbingan dan konseling kata kasus dapat diartikan dengan masalah yang harus di selesaikan dan diatasi secara tepat dan bijaksana, dan bijaksana kalau tidak diatasi akan menimbulkan dampak yang negative. Pemakaian kata kasus dalam bimbingan dan konseling menghindarkan pengertian-pengertian yang negative dan tujuan distruktif, seperti mencela dan melecehkan atau mengecilkan hati klien yang bersangkutan, menuduh, menjelek-jelekkan, mempergunjingkan, membeberkan aib klien dan lain sebagainya. Kasus diartiakan secara positif dan konstruktif misalnya untuk mengungkapkan masalah yang dialami klien guna dicarikan jalan untuk mengatasinya secara tepat dan benar. (Yahya Jaya, 2004: 35-36). Apabila kasus telah ditemukan maka langkah untuk memahaminya antara lain: a. Masalahnya hendaknya dipahami secara menyeluruh mendalam dan objektif, mengenali gejala dengan menemukan sendiri gejala yang yang bermasalah atau orang lain yang memberikan informasi b. Membuat diskripsi kasus, menilai prilaku masalah, djabarkan dan dikembangkan untuk dipahami c. Mencari sumber penyebab akibat yang ditimbulkan, dan jenis bantuan d. Pengumpulan data yang diperlukan (Elvi Mu’awanah, 2009: 32) Dalam bimbingan dan konseling pemakaian kata kasus tidak menjurus kepada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan dengan urusan kriminal atau perdata, urusan hokum ataupun polisi, atau urusan yang bersangkut paut dengan pihak-pihak yang berwajib. Kata kasus dipakai dalam bimbingan dan konseling sekedar untuk menunjukkan bahwa “ada suatu permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan untuk diri yang bersangkutan”. Contoh kasus yang biasa terjadi dikalangan remaja, yaitu “Seorang siswa SMA sering terlambat datang ke sekolah. Nilai rapor semester yang baru lalu kebanyakan berada dibawah nilai rata-rata kelas. Dia sering berlaku kasar bila ditegur oleh teman-temannya. Oleh sebab itu, kebanyakan teman-teman sekelasnya enggan bergaul dengan R. Disamping kasar, dia juga sering mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh dan menyinggung perasaan orang lain. Dirumah, R adalah anak ke 3 dari 5 bersaudara. Ayahnya sering tidak dirumah karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Demikian pula ibunya sering bepergian, segala urusan rumah tangga diserahkan kepada pembantu”. Kasus diatas dapat dideskripsikan sebagai berikut: Individualitas : nilai R dibawah rata-rata Sosialitas : R berlaku kasar Moralitas : R sering terlambat, dan berprilaku tidak senonoh. Dalam menghadapi suatu kasus yang dialami oleh seseorang, ada 3 hal utama yang perlu diselenggarakan, yaitu penyikapan, pemahaman, dan penanganan terhadap kasus tersebut. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap kasus dilakukan untuk mengetahui lebih jauh berbagai seluk-beluk kasus tersebut, tidak hanya sekedar mengerti permasalahannya atas dasar deskripsi. Penanganan kasus meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengenalan awal atau deskripsi tentang kasus yang dimulai sejak semula kasus itu dihadapkan. b. Pengembangan ide-ide tentang rincian permasalahan, kemungkinan sebab dan akibatnya c. Upaya dan penalahaan lebih lanjut terhadap setiap permasalahan yang terkandung pada kasus tersebut d. Upaya penanganan kasus dalam arti khusus terhadap sumber permasalahan untuk pemecahannya. Penyikapan terhadap kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus sampai dengan berakhirnya perhatian dan tindakan konselor terhadap kasus tersebut. Penyikapan itu dapat berlanjut, berkenaan dengan program penilaian dan tindak lanjut yang mungkin diperlukan, serta penyimpanan data yang terkumpul selama proses penanganan kasus. Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kogmisi, afeksi dan pelakuan terhadap objek yang disikapi dalam segala aspek dan aktifitasnya. Penanganan kasus pada umumnya dapat dilihat sebagai keseluruhan perhatian dan tindakan seseorang terhadap kasus yang dialami oleh seseorang, yang dihadapkan kepadanya sejak awal sampai dengan diakhirinya perhatian dan tindakan tersebut. Dalam pengertian itu, penanganan kasus meliputi: a. Pengenalan awal tentang kasus (dimulai sejak kasus itu dihadapkan) b. Pengembangan ide-ide tentang rincian masalah yang terkandung didalam kasus itu c. Penjelajahan lebih lanjut tentang segala seluk-beluk kasus tersebut d. Mengusahakan upaya-upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan sumber pokok permasalahan itu. Dilihat secara lebih khusus, penanganan kasus dapat dipandang sebagai upaya-upaya khusus untuk secara langsung menangani sumber pokok permasalahan yang dimaksudkan (Prayitno, 2004:77). 2. Studi Kasus Istilah Studi Kasus terdiri atas dua kata yaitu studi dan kasus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata studi diartikan sebagai kajian, telaah, penelitian, penyelidikan ilmiah. Sedangkan kata kasus diartikan: a. Soal perkara, keadaan sebenarnya suatu urusan atau perkara, keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal. b. Kategori gramatikal dari nomina, pronominal atau ajektiva yang menunjukkan hubungannya dengan kata lain dalam kontruksi sintaksis. Apabila kedua kata itu dipadukan sehingga menjadi studi kasus maka mkna yang tercamtum dalam kamus tersebut ialah pendekatan untuk memiliki gejala sosial dengan menganalisis satu kasus secara mendalam dan utuh (Elfi mu’awanah, 2009:31). Studi kasus ialah pendekatan untuk meneliti gejala-gejala social dengan menganalisa suatu kasus secara mendalam dan utuh. Dalam dunia bimbingan dan konseling pemakaian metode studi kasus untuk pelayanan diselenggarakan melalui cara-cara yang berfariasi, seperti analisa terhadap pelaporan sesaat, otobiografi, cerita tentang klien yang dimaksud, deskripsi tentang tingkah laku, perkembangna klien dari waktu kewaktu, himpunan data, dan konferensi kasus. Dengan cara demikian dapat dijelajahi kasus yang di alami oleh klien dan dilaksanakan manajemen kasus oleh konselor guna menjamin ketertiban penyelenggaraan dan efektifitas pelayanan konseling. Inti pekerjaan konselor ialah menangani kasus yang dihadapkan kepadanya. Tanpa pekerjaan itu konselor tidak ada artinya dalam dunia pendidikan dan dakwah. Mengingat perlunya konselor menyelesaikan berbagai permasalahan atau kasus, maka hal pokok yang penting diperhatiakn konselor sejak awal mengenai kasus yaitu: pengertian atau karakteristik kasus pada umumnya, upaya pemahaman kasus, penanganan kasus dan upaya penyikapan terhadap kasus. (Yahya Jaya, 2004: 33-34). Studi kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang siswa secara lengkap dan mendalam, dengan tujuan memahami individualitas siswa dengan lebih baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya. Studi kasus mencakup studi riwayat hidup, yang menjadi objek studi kasus biasanya seorang siswa yang menarik perhatian karena dia mengalami kesulitan dalam belajar atau pergaulan sosial lebih banyak dari pada siswa-siswi yang lain, atau menunjukkan perilaku yang sedikit banyak menyimpang. Jadi, siswa yang menjadi kasus khusus (problem tase) adalah siswa yang membutuhkan pelayanan khusus pula. Biasanya konselorlah yang menangani studi kasus, karena studi ini berkaitan erat dengan layanan konseling, sebelum, selama dan sesudah diadakan studi kasus. Laporan studi kasus harus disusun secara sistematis, ditulis dengan jelas, bersifat komprehensif, dan bebas dari subyektivitas yang tidak wajar. Pengadaan studi kasus merupakan suatu proyek, yang menuntut keahlian dalam mengumpulkan data, saling menghubungkan data, mengadakan interpretasi dan memberikan rekomendasi, selain itu, studi kasus menuntut waktu tidak sedikit (W.S Winkel S.J, 1991:311-312). Metode studi kasus memusatkan perhatian pada perkembangan siswa tertentu, karena itu metode ini mempunyai kelebihan dibanding dengan metode evaluasi yang lain, yang lebih memperhatikan perubahan yang terjadi dalam kelompok siswa. Namun menyelenggarakan studi kasus menuntut banyak waktu, lebih-lebih bila sejumlah siswa dijadikan objek studi kasus. Dalam praktek dilapangan jumlah studi kasus sebagai metode evaluasi akan terbatas, meskipun metode ini sebenarnya membawa banyak manfaat bagi konselor sekolah dalam mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari kegiatan bimbingan yang dikelolanya (W.S Winkel S.J, 1991:838). C. PENUTUP Demikianlah makalah yang pemakalah buat, pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kami, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUTAKAAN Elvi Mu’amanah, Bimbingan Konseling Islami Disekolah Dasar, Jakarta, Bumi Aksara, 2009. Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta, PT Renika Cipta, 2004. Yahya Jaya, Bimbingan Konseling Agama Islam, Padang, Angkasa Raya, 2004. W.S Winkel S.J, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, Jakarta, PT. Grasindo, 1991. TUJUAN DAN FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING A. PENDAHULUAN Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan itu berguna dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif sebesar-besarnya terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang menjadi fokus pelayanan yang dimaksud. Sejalan dengan berkembangannya konsepsi bimbingan dan konseling, maka tujuan bimbingan dan konselingpun mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai ke yang lebih komprehensif. Bimbingan dan konseling menempati bidang pelayanan pribadi dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan. Dalam hubungan ini, pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa dalam rangka upaya agar siswa dapat menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. B. TUJUAN DAN FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING 1. Tujuan Bimbingan dan Konseling Tujuan pelayanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan ialah agar konseli (peserta didik) dapat merencanakan kegiatan penyelesaian studi, yaitu: a. Perkembangan karir serta kehidupannya dimasa yang akan dating b. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin c. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat dan lingkungan kerjanya d. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu, maka harus mendapatkan kesempatan untuk: 1) Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangan 2) Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya 3) Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut 4) Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri 5) Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, lembaga, tempat bekerja dan masyarakat 6) Meneyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya 7) Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal. Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi sosial, belajar, dan karir. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi sosial konseli adalah: a) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa b) Memilki sikap toleransi terhadap umat beragama lain c) Memahami pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenagkan dan yang tidak menyenangkan, serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut d) Memiliki rasa tanggung jawab e) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial f) Memiliki kemampuan dalam meneyelesaikan konflik g) Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif (Sutirna, 2012:18). Terdapat beberapa rumusan tentang tujuan bimbingan dan konseling, yaitu: Rumusan 1, Agar individu mampu; membuat pilihan-pilihan, membuat penyesuaian-penyesuain, membuat interpretasi-interpretasi. Rumusan 2, Memperkuat fungsi-fungsi pendidikan. Rumusan 3, Rekonstruksi budaya sekolah. Rumusan 4, Membantu orang agar menjadi insan yang berguna. Rumusan 5, Bimbingan dan konseling bertujuan; memberikan dukungan, memberi wawasan, pandangan, pemahaman, keterampilan, alternatif baru dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Rumusan 6, Bimbingan dan konseling bertujuan agar klien; mengikuti kemauan-kemauan (saran-saran) konselor, mengadakan perubahan tingkah laku secara positif, melakukan pemecahan masalah, melakukan pengambilan keputusan, pengembangan kesadaran, pengembangan pribadi, mengembangkan penerimaan diri dan memberikan pengukuhan. Rumusan 7, Membantu individu untuk memperkembangkan dirinya, dalam arti mengadakan perubahan-perubahan positif pada diri individu tersebut. Dari rumusan diatas tampaklah bahwa tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada, serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya. Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. Masalah-masalah individu bermacam-macam jenis, intensitas, dan sangkut pautnya, serta masing-masing bersifat unik (Prayitno, 2004:113-114). Tujuan pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa yaitu untuk: (1) Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik menegenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Pribadi yang sehat ialah apabila ia mampu menerima dirinya sebgaimana adanya dan mampu mewujudkan hal-hal positif sehubungan dengan penerimaan dirinya itu. (2) Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, dimaksudkan agar peserta didik mengenal lingkungannya secara objektif, baik lingkungan sosial dan ekonomi, lingkungan budaya yang sangat sarat dengan nilai-nilai dan norma-norma, maupun lingkungan fisiknya. Penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan alam dan masyarakat sekitar. Dan dapat memanfaatkan kondisi lingkungan itu secara optimal untuk mengembangkan diri secara mantap dan berkelanjutan. (3) Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan, dimakduskan agar peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkut bidang pendidikan, bidang karir, maupun bidang budaya, keluarga, dan masyarakat. Melalui perencanaan masa depan ini individu diharapkan mampu mewujudkan dirinya sendiri dengan bakata, minat, intelegensi, dan kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya (Hallena, 2001:77-80). 2. Fungsi Bimbingan Dan Konseling Fungsi suatu pelayanan dapat diketahui dengan melihat kegunaan, manfaat, ataupun keuntungan dan dapat diberikan oleh pelayanan yang dimaksud. Suatu pelayanan dapat dikatakan tidak berfungsi apabila ia tidak memperlihatkan kegunaan ataupun tidak memberikan manfaat atau keuntungan tertentu. Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan atau manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh melalui pelayanan tersebut. Fungsi-fungsi itu banyak dan dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi pokok, yaitu: \ a. Fungsi pemahaman Pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan klien oleh klien. Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan terhadap klien. Sebelum seorang konselor atau pihak-pihak lain dapat memberikan layanan tertentu kepada klien, maka mereka perlu terlebih dahulu memahami individu yang akan dibantu itu. Pemahaman tersebut tidak hanya sekedar mengenal diri klien, melainkan lebih jauh lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungannya (Prayitno, 2004:197). Fungsi pemahaman bagi peserta didik yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik. Fungsi pemahaman ini meliputi: pemahaman tentang diri peserta didik sendiri, pemahaman tentang lingkungan peserta didik, dan pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (Hallena, 2001:82). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif (Sutirna, 2012:21-22). b. Fungsi pencegahan Pelaksanaan fungsi pencegahan bagi konselor merupakan bagian dari tugas kewajibannya yang amat penting. Dalam pelaksanaan fungsi pencegahan perlu adanya program-program yang dikembangkan, disusun dan diselenggarakan melalui beberapa tahap, yaitu: identifikasi permasalahan yang mungkin timbul, mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber penyebab timbulnya masalah, mengidentifikasi pihak-pihak yang dapat membantu pencegahan masalah tersebut, menyusun rencana program pencegahan, pelaksanaan dan monitoring, evaluasi dan laporan. Fungsi pencegahan bagi peserta didik yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang kan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. c. Fungis pengentasan Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu adalah upaya pengentasan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Dalam hal itu, pelayanan bimbingan dan konseling menyelenggarakan fungsi pengentasan. Proses pengentasan masalah melalui pelayanan konselor tidak tidak menggunakan unsur-unsur fisik yang diluar diri klien, tetapi menggunakan kekuatan-kekuatan yang berada didalam diri klien sendiri. Kekuatan-kekuatan itu dibangkitkan, dikembangkan, dan digabungkan untuk sebesar-besarnya dipakai menanggulangi masalah yang ada. Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan, masalah-masalah yang diderita oleh individu-individu yang berbeda tidak boleh disamaratakan. Dengan demikian penanganannya pun harus secara unik disesuaikan terhadap kondisi masing-masing masalah itu. Fungsi pengentasan melalui pelayanan bimbingan dan konseling berdimensi luas. Pelaksanaanya tidak hanya melalui bentuk layanan konseling perorangan saja, tetapi dapat pula dengan menggunakan bentuk-bentuk layanan lainnya, seperti konseling kelompok, program-program orientasi dan informasi serta program-program lainnya yang disusun secara khusus bagi klien. Untuk semuanya itu konselor dituntut menguasai dengan sebaik-baiknya teori dan praktek bimbingan dan konseling. d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini. Fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercapai dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktifitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif, dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli. Fungsi pengembangan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondisif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan tidak dapat dipisahkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan dan program. Kaitan antara keempat fungsi bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan dan fungsi pengembangan tampaknya bersifat lebih umum dan dapat terkait pada ketiga fungsi lainnya yaitu fungsi pemahaman, pencegahan dan pengentasan (Prayitno, 2004:215-217). C. PENUTUP Demikianlah makalah yang pemakalah buat, pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kami, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUTAKAAN Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta, PT Renika Cipta, 2004. Hallena, Bimbingan Dan Konseling, Padang, IAIN IB Press, 2001. Sutirna, Bimbingan Dan Konseling, Bandung, Cv. Andi Offset, 2012. PRINSIP DAN LANDASAN PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. PENDAHULUAN Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis. Landasan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi guru merupakan factor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan ketika ia akan memberikan layanan bimbingan dan konseling pada saat proses belajarnya. B. PRINSIP DAN LANDASAN PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING 1. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi layanan bimbingan. Prinsi-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuan atau bimbingan, baik disekolah maupun diluar sekolah. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut: a. Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu atau konseli (guidance is for all individuals). Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua individu atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif) dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual). b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individualisasi. Setiap individu bersifat unik, dan melalui bimbingan individu dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi focus sasaran bantuan adalah individu, meskipun layanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok. c. Bimbingan menekankan hal yang positif. Bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan dan peluang untuk berkembang. d. Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala sekolah/madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka sebagai teamwork terlibat dalam proses bimbingan (Syamsu yusuf, 2005:17-18). e. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan pengambilan keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan. f. Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung disekolah saja, tetapi juga dilingkungan keluarga, perusahaan/industry, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbinganpun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan dan pekerjaan (Sutirna, 2012:25-26). 2. Landasan pelayanan bimbingan dan konseling Landasan pelayanan bimbingan dan konseling sebagai berikut: a. Landasan Historis Perhatian terhadap upaya pengembangan potensi diri individu telah berkembang sejak Yunani Kuno, seperti dipelopori oleh Plato dan Aristoteles. Pergerakan bimbingan dan konseling di Amerika bersifat buttom up, yaitu dari pihak perorangan atau swasta kemudian menjadi program pemerintah. Sedangkan di Indonesia, perkembangan gerakan bimbingan itu bersifat top-down, yaitu dimulai oleh pihak pemerintah, melalui berbagai kebijakan, perundang-undangan atau program-program eksperimentasi, kemudian program tersebut dikembangkan oleh lembaga-lembaga swasta atau perorangan. Profesionalisasi tenaga pembimbing atau konselor di Amerika sudah mencapai standardisasi yang mantap. Sedangkan di Indonesia masih berada dalam proses pengkajian, validasi, dan pemantapan dalam berbagai aspeknya. Secara organisatoris dan yuridis formal, profesi bimbingan dan konseling menunjukkan kondisi yang semakin mantap, namun dalam tataran implementasi masih mengalami kelemahan dalam berbagai aspeknya, seperti menyangkut manajemen, sumber daya, penempatan guru-guru mata pelajran sebagai guru pembimbing, pemberian tugas yang mismatch terhadap guru pembimbing dan sarana-prasanara (Syamsu yusuf 2005:102). b. Landasan Filosofis Landasan filosofis bimbingan terkait dengan cara pandang para ahli berdasarkan olah pikirnya tentang hakikat manusia, tujuan dan tugas hidupnya manusia didunia ini, serta upaya-upaya untuk mengembangkan, mengangkat atau memelihara nilai-nilai kemanusiaan manusia. Bimbingan merupakan kegiatan manusiawi yang terkait dengan upaya mengembangkan potensi insaniah manusia, sehingga manusia senantiasa berada dalam alur kehidupan yang bermartabat dan beradab. Konselor seyogiayanya memiliki pemahaman yang mendalam tentang filsafat manusia (filsafat antropologis) agar memiliki pedoman yang akurat dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien ke arah kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki klien. c. Landasan sosial cultural (budaya) Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling timbul karena adanya masalah-masalah yang dihadapi individu yang tidak terlepas dari aspek sosiokultural atau kebudayaan. Dalam layanan bimbingan, sangat perlu memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan faktor-faktor sosiologis. Landasan sosial budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi sosial dan budaya sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial budaya dimana dia hidup. Sejak lahir, dia sudah dididik dan diajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial budaya yang ada disekitarnya. Lingkungan sosial budaya yang melatar belakangi dan melingkupi setiap individu berbeda-beda. Hal itu juga menyebabkan perbedaan dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial budaya ini tidak dijembatani, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang bersangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. d. Landasan religious Agama merupakan pedoman hidup bagi manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia ini dan di akhirat kelak. Karena agam sebagai pedoman hidup, maka dalam semua kegiatan kehidupan manusia harus merujuk kepada nilai-nilai agama. Manusia adalah makhluk yang mempunyai fitrah beragama (homo religius) yang berpotensi untuk dapat memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama (Syamsu yusuf 2005:154). Kemuliaan manusia sebagaimana ditunjukkan oleh kaidah-kaidah agama harus dikembangkan dan dimuliakan. Segala tindakan dan kegiatan bimbingan dan konseling selalu diarahkan pada tujuan pemuliaan kemuliaan manusia itu. Hal ini tidak berarti bahwa konselor secara langsung memanfaatkan unsur ataupun kaidah-kaidah agama tertentu atau menonjolkan warna agama sebagai tujuan yang akan dicapai dalam layanan bimbingan dan konseling. Peranan agama dalam bimbingan dan konseling pertama-tama terarah pada upaya peneguhan keimanan dan ketakwaan pada diri klien melalui penghormatan yang tinggi terhadap agama klien dan pentransferan kaidah-kaidah agama secara wajar dan tidak mempertentangkan agama yang satu terhadap agama lainnya (Prayitno 2004:186). Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu manusia sebagai makhluk Tuhan, sikap yang mendorong perkembangan perkehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan upaya yang memungkinkan perkembangan dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah (Sutirna 2012:48). e. Landasan psikologis Masing-masing individu memiliki karakteristik pribadi yang unik. Dalam arti terdapat perbedaan individual diantara mereka, seperti menyangkut aspek kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian diri. Bagi konselor memahami aspek-aspek psikologis pribadi klien merupakan tuntutan yang mutlak, karena pada dasarnya layanan bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk memfasilitasi perkembangan aspek-aspek psikologis, pribadi atau perilaku klien, sehingga mereka memiliki pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan yang bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain (Syamsu yusuf 2005:273). Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk meberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan dengan berbagai latar belakang dan latar depannya. Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku individu, khususnya klien, yang perlu diubah dan atau dikembangkan apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya (Prayitno 2004:187). f. Landasan ilmiah dan teknologi Landasan ini membicarakan tentang sifat-sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multi referensial menerima sumbangan yang besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi. Dengan sumbangan seperti itu bimbingan dan konseling semakin menjadi besar dan kokoh serta selalu dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat. Disamping itu penelitian dalam bidang bimbingan dan konseling sendiri memberikan bahan-bahan yang segar bagi perkembangan bimbingan dan konseling yang berkelanjutan. Perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling. Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, konselor berperan pula sebagai ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian (Sutirna 2012:47). g. Landasan pedagogis Landasan ini mengemukakan bahwa antara pendidikan dan bimbingan memang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Secara mendasar bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk pendidikan. Demikianlah, proses bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan yang menekankan kepada kegiatan belajar dan sifat normatif. Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling memperkuat tujuan-tujuan pendidikan dan menunjang program-program pendidikan secara menyeluruh (Prayitno 2004:188). Berkenaan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, bahwa dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam segala bidang diperlukan pula landasan pedagogis yang ditinjau dari tiga segi, yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling (Sutirna 2012:48). C. PENUTUP Demikianlah makalah yang pemakalah buat, pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kami, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUTAKAAN Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta, PT Renika Cipta, 2004. Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan Dan Konseling, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005. Sutirna, Bimbingan Dan Konseling, Bandung, Cv. Andi Offset, 2012. ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING A. PENDAHULUAN Dalam setiap kegiatan yang dilakukan seharusnya ada suatu asas atau dasar yang melandasi dilakukannya kegiatan tersebut. Ada asas yang dijadikan dasar pertimbangan kegiatan itu. Demikian pula halnya dalam kegiatan bimbingan dan konseling, ada asas yang dijadikan dasar pertimbangan kegiatan itu. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling harus ada kaidah-kaidahnya yang biasa dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselenggara dengan baik sangat dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan, sebaliknya apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat didalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. B. ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING Keberhasilan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut, yaitu: 1. Asas kerahasiaan Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui oleh orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika usaha ini benar-benar dilakukan dan dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan dapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan atau klien sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya, dan sebaliknya (Prayitno, 2004:115). Berdasarkan apa yang dikemukakan diatas, maka apa yang terjadi atau isi pembicaraan konselor dank lien dalam wawancara atau konseling, kerahasiaannya amat perlu dihargai dan dijaga. Demikian pula catatan-catatan yang dibuat sewaktu ataupun sesudah wawancara atau konseling, amat perlu disimpan dengan baik dan kerahasiaannya dijaga dengan cermat oleh konselor. Sebagaimana firman Allah SWT, bahwa memelihara amanah dan menepati janji merupakan salah satu karakteristik orang beruntung. Yaitu dalam surat Al-mu’minun (23:8) yang artinya:       “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Hallena, 2001:92). 2. Asas kesukarelaan Dalam kegiatan bimbingan dan konseling diperlukan adanya kerjasama yang demokratis antara konselor dan kliennya. Kerjasama akan terjalin bilamana klien dapat dengan sukarela menceritakan serta menjelaskan masalah yang dialaminya kepada konselor (Hallena, 2001:93). Asas kesukarelaan ini menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan klien untuk mengikuti, menjalani layanan, atau kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini konselor berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut (Syamsu yusuf, 2005:22). Klien diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data dan seluk-beluk yang berkenaan dengan masalah yang dihadapinya kepada konselor, dan konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas (prayitno, 2004:116). 3. Asas keterbukaan Asas ini menghendaki agar klien bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik didalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya (Syamsu yusuf, 2005:22). Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan asas keterbukaan ini baik bagi klien maupun konselor. Keterbukaan ini bukan hanya sekadar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih dari itu, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah individu yang membutuhkan bimbingan dan konseling diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan si klien dapat dilaksanakan. Disini klien diharapkan telah betul-betul mempercayai konselornya dan benar-benar mengharapkan bantuan dari konselornya. Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah, dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (konselor), dan kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar (konselor). Begitu juga konselor harus terbuka kepada kliennya, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan klien kepadanya, masing-masing pihak bersifat transparan terhadap pihak lainnya (Prayitno 2004:116). 4. Asas kekinian Masalah individu yang ditanggulangi adalah masalah-masalah yang sedang dirasakan bukan masalah-masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah-masalah yang mungkin akan dialami dimasa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lalu atau masa yang akan datang, yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu, pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang atau latar depan dari masalah yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan. Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih, konselor haruslah mendahulukan kepentingan klien dibandingkan yang lainnya (Prayitno, 2004:117). Dalam hal ini konselor diharapkan dapat mengarahkan klien untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya sekarang. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-‘ashr (1-3) yang berbunyi:   •               Artinya: “1. Demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Hallena, 2001:94). 5. Asas kemandirian Asas ini menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni klien sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan , mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri (Syamsu yusuf, 2005:22). Pada tahap awal proses konseling, biasanya klien menampakkan sikap yang lebih tergantung dibandingkan pada tahap akhir proses konseling. Sebenarnya sikap ketergantungan klien terhadap konselor ditentukan oleh respon-respon yang diberikan oleh konselor terhadap kliennya. Oleh karena itu, konselor dan klien harus berusaha untuk menumbuhkan sikap kemandirian itu dalam diri klien dengan cara memberikan respon yang cermat. 6. Asas kegiatan Usaha BK tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan BK . Hasil usaha BK tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling. Asas ini merujuk pada pola konseling “multi dimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien aktif menjalani proses konselingdan aktif pula melaksanakan atau menerapkan hasil-hasil konseling (Prayitno, 2004:118). 7. Asas kedinamisan Keberhasilan usaha pelayanan BK ditandai dengan terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku klien ke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkan terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku itu membutuhkan proses dan waktu tertentu sesuai dengan kedalaman dan kerumitan masalah yang dihadapi klien. Konselor dan klien serta pihak-pihak lain diminta untuk memberikan kerja sama sepenuhnya agar pelayanan BK yang diberikan dapat dengan cepat menimbulkan perubahan dalam sikap dan tingkah laku klien. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-ra’du : 11 :            Artinya: “…Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” (Hallena, 2001:96). 8. Asas keterpaduan Asas BK yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain (konselor), saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan BK perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan atau kegiatan BK itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (Syamsu yusuf, 2005:23). Untuk terlaksananya asas ini, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Semuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya BK (Prayitno, 2004:118). 9. Asas kenormatifan Usaha BK tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/Negara, norma ilmu maupun kebiasaan sehari-hari. Asas ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan BK. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan. Dilihat dari masalah klien, barangkali pada awalnya ada teori BK yang tidak bersesuaian dengan norma, namun justru dengan pelayanan BK tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma. 10. Asas keahlian Asas ini menghendaki agar layanan dan kegiatan BK diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional. Dalam hal ini, para pelaksana BK hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang BK. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan BK maupun dalam penegakkan kode etik BK tersebut. Untuk menjamin keberhasilan usaha BK, para petugas harus mendapatkan pendidikan dan latihan yang memadai. Pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepribadian yang ditampilkan oleh konselor akan menunjang hasil konseling. 11. Asas alih tangan Dalam pemberian layanan BK, asas alih tangan terjadi jika konselor sudah mengarahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Disamping itu, asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan BK hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. BK hanya diberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbatas dari masalah-maslah kriminal ataupun perdata (Prayitno, 2004:119-120). 12. Asas Tutwuri Handayani Asas BK ini yang menghendaki agar pelayanan BK secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi/memberikan rasa aman, mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju. Demikian juga segenap layanan dan kegiatan BK yang diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan dan dorongan seperti itu (Syamsu yusuf, 2005:24). Asas ini menuntut agar pelayanan BK tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun diluar hubungan proses bantuan BK pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayan BK itu. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Ada beberapa asas-asas penting yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling, yaitunya asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kemandirian, asas kegiatan, asas kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih tangan dan asas tut wuri handayani. Asas-asas ini terkait antara satu dan lainnya, segenap asas itu juga perlu diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu didahulukan atau dikemudiankan dari yang lain. Asas-asas ini sangat penting, sehingga dapat dikatakan sebagai nafas dan jiwa dari seluruh proses pelaksanaan pelayanan BK. Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik maka penyelenggaraan pelayanan BK akan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali. 2. Kritik dan saran Demikianlah makalah yang pemakalah buat, pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kami, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta, PT Renika Cipta, 2004. Hallena, Bimbingan Dan Konseling, Padang, IAIN IB Press, 2001. Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan Dan Konseling, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005. BIDANG-BIDANG PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. PENDAHULUAN Pelayanan bimbingan dan konseling disekolah merupakan kegiatan yang sistematis, terarah dan berkelanjutan. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling selalu memperhatikan karakteristik tujuan pendidikan, kurikulum dan peserta didik. Untuk itu, disini pemakalah akan membicarakan tentang bidang-bidang bimbingan dan konseling secara umum tanpa memperhatikan strata dan karakteristik lembaga pendidikan. B. BIDANG-BIDANG PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING 1. Bidang bimbingan pribadi Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa/klien menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Bidang bimbingan pribadi ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut: a. Penanaman dan pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Penanaman dan pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranan dimasa depan c. Pengenalan dan pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif d. Pengenalan dan pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya e. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan f. Pengembangan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya g. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah maupun jasmaniah. 2. Bidang bimbingan sosial Dalam bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah berusaha membantu peserta didik mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bidang ini dirinci menjadi pokok-pokok berikut: a. Pengembangan dan pemantapan kemampuan berkomunikasi baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif b. Pengembangan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik dirumah, disekolah maupun dimasyarakat dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun serta nilai-nilai agama, adat, peraturan dan kebiasaan yang berlaku. c. Pengembangan dan pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya, baik disekolah yang sama, disekolah lain, di luar sekolah maupun di masyarakat pada umumnya. d. Pengenalan, pemahaman dan pemantapan tentang peraturan, kondisi dan tuntutan sekolah, rumah dan lingkungan serta upaya dan kesadaran untuk melaksanakannya secara dinamis dan bertanggung jawab e. Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta beragumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif f. Orientasi tentang hidup berkeluarga. 3. Bidang bimbingan belajar Dalam bidang bimbingan belajar, pelayanan BK membantu klien untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan dan keterampilan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mempersiapkan peserta didik/klien untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau untuk terjun ke lapangan pekerjaan tertentu. Bidang bimbingan ini memuat pokok-pokok materi sebagai berikut: a. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar untuk mencari informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap terhadap guru dan nara sumber lainnya, mengembangkan keterampilan belajar, mengerjakan tugas-tugas pelajaran, dan menjalani program penilaian hasil belajar b. Pengembangan dan pemantapan disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun kelompok c. Pemantapan penguasaan materi program belajar di sekolah sesuai dengan perkembangan ilmu teknologi dan kesenian d. Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada disekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat untuk pengembangan pengetahuan dan kemampuan serta pengembangan pribadi e. Orientasi dan informasi tentang pendidikan yang lebih tinggi, pendidikan tambahan 4. Bidang bimbingan karier Dalam bidang bimbingan karier ini, pelayanan bimbingan dan konseling ditujukan untuk mengenal potensi diri, mengembangkan dan memantapkan pilihan karier. Bidang ini memuat pokok-pokok berikut: a. Pengenalan terhadap dunia kerja dan usaha untuk memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup b. Pengenalan dan pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecendrungan karier yang hendak dikembangkan c. Pengembangan dan pemantapan informasi tentang kondisi tuntutan dunia kerja, jenis-jenis pekerjaan tertentu serta latihan kerja sesuai dengan pilihan karier d. Pemantapan cita-cita karier sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan serta pemantapan sikap positif dan objektif terhadap pilihan karier (Hallena, 2001:104-109) 5. Bidang bimbingan pendidikan Bimbingan ini bertujuan untuk membantu siswa-siswa yang mengalami masalah atau kesulitan dalam bidang pendidikan, khususnya memberikan bantuan berupa: a. Pengenalan terhadap situasi pendidikan yang dihadapi b. Pengenalan terhadap studi lanjutan c. Perencanaan pendidikan d. Pemilihan spesialisasi 6. Bidang bimbingan dalam menggunakan waktu senggang Maksud dari bidang ini ialah bimbingan yang diberikan kepada individu-individu dalam hal bagaimana dalam menggunakan waktu senggangnya, sehingga dapat diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat atau produktif (Syahril, hal.63-65). 7. Bidang pengembangan kehidupan berkeluarga Bimbingan kehidupan berkeluarga merupakan suatu bimbingan yang diberikan oleh individu (pembimbing) kepada individu lain (klien) dalam menghadapi dan memecahkan masalah kehidupan berkeluarga. Melalui bimbingan kehidupan sosial berkeluarga, individu dibantu mencarikan alternative bagi pemecahan masalah yang berkenaan dengan kehidupan berkeluarga. 8. Bidang pengembangan kehidupan beragama Bimbingan pengembangan kehidupan beragama adalah bantuan yang diberikan pembimbing kepada terbimbing agar mereka mampu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang berkenaan dengan kehidupan beragama. Melalui layanan bimbingan dan konseling, para siswa dibantu mencarikan alternative bagi pemecahan masalah-masalah yang berkenaan dengan kehidupan beragama (Tohirin, 2007:136-139). C. PENUTUP 1. Kesimpulan Bidang-bidang bimbingan dan konseling dapat dibagi menjadi 8, yaitu Bidang bimbingan pribadi, Bidang bimbingan sosial, Bidang bimbingan belajar, Bidang bimbingan karier, Bidang bimbingan pendidikan, Bidang bimbingan dalam menggunakan waktu senggang, Bidang pengembangan kehidupan berkeluarga, Bidang pengembangan kehidupan beragama. Setiap bidang memiliki ciri-ciri tertentu. 2. Kritik dan saran Penulis menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulis, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir, tidak lupa penulis mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Hallena, Bimbingan Dan Konseling, Padang, IAIN IB Press, 2001. Syahril, Pengantar Bimbingan Dan Konseling, Padang, Angkasa Raya. Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007. JENIS-JENIS LAYANAN DAN FORMAT PELAKSANAAN PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. PENDAHULUAN Semua jenis layanan bimbingan dan konseling di sekolah maupun diluar sekolah mengacu pada bidang-bidang bimbingan dan konseling. Sedangkan bentuk dan isi layanan disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan klien. Saling ada keterkaitan antara bidang bimbingan dan konseling dengan jenis layanannya. Disini pemakalah akan menjelaskan tentang jenis-jenis layanan yang ada pada bimbingan dan konseling sekaligus juga membahas tentang format rencana pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. B. JENIS-JENIS LAYANAN DAN FORMAT PELAKSANAAN PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING 1. Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling Ada beberapa jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling, yaitunya: a. Layanan orientasi Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru atau klien terhadap lingkungan yang baru dimasukinya. Pemberian layanan ini bertolak pada anggapan bahwa memasuki lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat berlangsung dengan mudah dan menyenangkan bagi setiap orang. Ibarat seseorang yang baru pertama kali memasuki sebuah kota besar, maka ia berada dalam keadaan serba “buta”; buta tentang arah yang hendak dituju, buta tentang jalan-jalan dan buta tentang hal-hal lainnya. Akibat dari kebutaannya itu, tidak jarang ada yang tersesat dan tidak mencapai apa yang hendak ditujunya. Demikian juga bagi siswa baru disekolah atau bagi orang-orang yang baru memasuki dunia kerja, mereka belum banyak mengenal tentang lingkungan yang baru dimasukinya (Prayitno, 2004:255). Hasil yang diharapkan dari layanan orientasi ialah mempermudah penyesuaian diri klien terhadap kehidupan sosial, kegiatan belajar dan kegiatan lain yang mendukung keberhasilan klien. Fungsi utama yang didukung oleh layanan orientasi adalah fungsi pemahaman dan pencegahan (Hallena, 2001:111). b. Layanan informasi Layanan informasi yaitu layanan BK yang memungkinkan klien menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan klien. Layanan informasi ini bertujuan untuk membekali individu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan dan mengembangkan pola kehidupan sebagai siswa, anggota keluarga, dan masyarakat. Pemahaman yang diperoleh melalui layanan informasi digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kegiatan dan prestasi belajar, mengembangkan cita-cita, menyelenggarakan kehidupan sehari-hari dan mengambil keputusan. Materi yang dapat diangkatkan melalui layanan informasi ada beberapa macam, yaitu informasi pengembangan pribadi, informasi kurikulum dan proses belajar mengajar, informasi pendidikan tinggi, informasi jabatan, informasi kehidupan keluarga, sosial, masyarakat, keberagamaan sosial budaya dan lingkungan (Hallena, 2001:112-113). Khususnya dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling, hanya ada tiga jenis informasi yaitu informasi pendidikan, informasi jabatan, informasi sosial budaya (Prayitno, 2004:261). c. Layanan penempatan dan penyaluran Individu sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan, sehingga tidak sedikit individu yang bakat, kemampuan minat, dan hobinya tidak tersalurkan dengan baik. Individu seperti itu tidak mencapai perkembangan secara optimal. Mereka memerlukan bantuan atau bimbingan dari orang dewasa, terutama konselor dalam menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya. Layanan penempatan dan penyaluran yaitu layanan BK yang memungkinkan klien memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat sesuai dengan potensi, bakat, dan minat serta kondisi pribadi. Fungsi utama yang didukung oleh layanan penempatan dan penyaluran ini adalah fungsi pencegahan, pemeliharaan, dan advokasi. d. Layanan penguasaan konten Layanan penguasaan konten merupakan layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat. e. Layanan konseling perorangan Konseling dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan ini masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya, sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri. Dalam kaitan itu, konseling dianggap sebagai upaya layanan yang paling utama dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah klien. Bahkan dikatakan bahwa konseling merupakan “jantung hati” pelayanan bimbingan secara menyeluruh. Untuk dapat menguasai “ jantung hati “ konselor perlu mempelajar, menerapkan dan berpengalaman luas dalam layanan konseling itu dengan segenap seluk-beluknya (Prayitno, 2004:288). f. Layanan bimbingan dan konseling kelompok Layanan konseling kelompok yaitu layanan BK yang memungkinkan klien memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah yang dialaminya melalui dinamika kelompok, masalah yang dibahas itu adalah masalah pribadi atau masalah perorangan yang dialami atau muncul dalam masing-masing anggota kelompok yang meliputi berbagai masalah dalam segenap bidang bimbingan. Seperti dalam konseling perorangan, setiap anggota kelompok dapat menampilkan masalah yang dirasakannya, masalah-masalah tersebut dilayani melalui pembahasan yang intensif oleh seluruh anggota kelompok, masalah demi masalah satu persatu, tanpa terkecuali, sehingga semua masalah terbicarakan (Hallena, 2001:121-122). Bimbingan kelompok disekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. g. Layanan konsultasi Layanan Konsultasi merupakan layanan yang membantu peserta didik danatau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik. Pengertian konsultasi dalam program BK adalah sebagai suatu proses penyediaanbantuan teknis untuk konselor, orang tua, administrator dan konselor lainnyadalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitaspeserta didik atau sekolah konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada klien, tetapi secara tidak langsung melayani klien melalui bantuan yang diberikan orang lain. h. Layanan advokasi Fungsi advokasi juga bertujuan untuk membesarkan diri peserta didik. Agar tidak melulu dipandang rendah oleh guru. Peserta didik seringkali mendapatkan perlakuan tidak adil yang justru menghambat peserta didik untuk belajar. Seperti pada kasus siswa yang dikeluarkan dari kelas diatas. Siswa dapat dibantu untuk dapat kembali belajar di kelas. Konselor wajib memberikan advokasi pada peserta didik agar dapat belajar dengan baik di sekolah. i. Layanan mediasi Layanan mediasi merupakan layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan ataupun perselisihan dan memperbaiki hubungan antar peserta didik dengan konselor sebagai mediator. 2. Format pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling Format rencana pelaksanaan BK saat ini adalah bimbingan dan konseling perkembangan. Berorientasi pada fungsi perkembangan dan preventif (pencegahan), pelaksanaan bimbingan dan konseling lebih mengarah kepada upaya memfasilitasi konseli agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan moral spiritual. Tujuan BK yaitu membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karier. Komponen program BK terdiri dari pelayanan dasar bimbinngan, layanan responsive, perencanaan individual, dan dukungan system. Prosedur pelayanan BK yaitu perenacanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis dan tindak lanjut. Salah satu kegiatan yang harus dibuat dalam perencanaan adalah membuat RPP-BK (Rencana Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan Dan Konseling) yang dibuat oleh konselor sesuai dengan hasil temuan. Dalam memahami hakikat RPP-BK, ada beberapa istilah yang pernah kita kenal, seperti satuan bimbingan (satbim), satuan layanan (satlan), rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling (RPP-BK) dan bagi guru bidang studi RPP (Rencana Program Pembelajaran) dan satuan pelajar (satpel). Dalam batasan ilmiah, RPP-BK merupakan rincian program BK yang berisi kompetensi atau tujuan yang akan dicapai, materi, strategi, dan evaluasi yang akan dilaksanakan dalam memberikan suatu layanan bimbingan kepada konseli. RPP-BK merupakan salah satu bentuk dari program BK (program harian/mingguan), disamping program bulanan, semester dan program tahunan dan RPP-BK merupakan persiapan konselor yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan layanan BK (Sutirna, 2012:179-180). Dalam pelaksanaan kegiatan T.Kp. konselor perlu memperhatikan kelima format layanan konseling, yaitu: a. Format individual, pada dasarnya T.Kp. dilaksanakan sendiri-sendiri oleh individu atau klien yang bersangkutan. Dalam hal ini, motivasi pribadi dan kemampuan teknis mandiri dalam pengaksesan materi kepustakaan seringkali perlu diberikan di awal pelaksanaan kegiatan. b. Format kelompok, kegiatan T.Kp. dapat dilaksanakan terhadap sekelompok individu. Sekelompok siswa misalnya diminta mempelajari bahan tertentu diperpustakaan; hasil kegiatan tersebut, selanjutnya di diskusikan di dalam kelompok. c. Format klasikal, kegiatan T.Kp. dalam kelompok dapat diperlukan menjadi kegiatan klasikal. Semua siswa dalam satu kelas diminta mempelajari bahan tertentu di perpustakaan; hasilnya didiskusikan di dalam kelas. d. Format lapangan, kegiatan T.Kp. dapat diselenggarakan dalam format lapangan, dalam arti individu yang menjadi peserta mencari sendiri bahan-bahan kepustakaan di tempat yang berbeda, bahan kepustakaan yang dapat diaksespun dapat berada ditempat yang berbeda, dalam bentuk yang berbeda, dengan rincian muatan materi yang berbeda-beda pula. Lapangan yang seperti ini memungkinkan peserta kegiatan T.Kp. bergerak dengan bebas terhadap materi yang bisa sangat bervariasi, baik dalam jenis materinya, muatan dan rincian substansinya, kedalamannya, tahapan waktunya, maupun dalam cara-cara pengaksesannya. e. Format politik, format ini dilaksanakan oleh konselor dalam rangka pengadaan bahan-bahan kepustakaan, agar menjadi ada dan semakin lengkap serta kemudahan dalam prosedur dan cara-cara pengaksesan bahan-bahan tersebut oleh siapapun juga, terutama klien dan peserta T.Kp. lainnya. Konselor membicarakan berbagai hal tersebut kepada berbagai pihak, seperti kepala sekolah atau kepala lembaga tempat konselor bekerja, took buku, penerbit, dan sebagainya agar fasilitas untuk T.Kp. semakin lengkap dan kaya. C. PENUTUP 1. KESIMPULAN Ada beberapa jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling yang perlu diketahui dan diamati oleh seorang konselor yaitunya layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan dan layanan bimbingan dan konseling kelompok. Begitu juga seorang konselor harus memperhatikan format perencanaan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling agar bimbingan dan konseling berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kedua belah pihak (konselor dan konseli). 2. KRITIK DAN SARAN Penulis menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulis, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir, tidak lupa penulis mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, PT Rineka Cipta, Jakarta: 2004 Hallena, Bimbingan Dan Konseling, Padang, IAIN IB Press, 2001. Sutirna, Bimbingan Dan Konseling, Bandung, Cv. Andi Offset, 2012. KEGIATAN PENDUKUNG PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. PENDAHULUAN Pelayanan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling memerlukan sejumlah kegiatan penunjang. Memang benar apabila dikatakan bahwa alat dan kelengkapan yang paling handal dimiliki oleh seorang konselor untuk menjalankan tugas-tugas pelayanannya ialah mulut dan berbagai keterampilan berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal. Namun, mengingat apa yang menjadi isi komunikasi itu menjangkau wawasan yang sedemikian luas dan multidimensional, serta harus sesuai dengan data dan kenyataan yang berkenaan dengan objek-objek yang dibicarakan, maka konselor perlu diperlengkapi dengan berbagai data, keterangan dan informasi, terutama tentang klien dan lingkungannya. Dalam bimbingan dan konseling dapat dilakukan sejumlah kegiatan lain yang disebut kegiatan pendukung. Kegiatan pendukung ini pada umunya tidak ditujukan secara langsung untuk memecahkan atau mengentaskan masalah klien, melainkan untuk memungkinkan diperolehnya data dan keterangan lain serta kemudahan-kemudahan atau komitmen yang akan membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan layanan terhadap klien. Kegiatan pendukung ini pada umumnya dilaksanakan tanpa kontak langsung dengan sasaran layanan. B. KEGIATAN PENDUKUNG PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING 1. Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling bertujuan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang klien, baik individual maupun kelompok, keterangan tentang lingkungan klien dan lingkungan yang lebih luas. Pengumpulan data dan keterangan ini dapat dilakukan dengan berbagai instrument, baik test maupun nontest (Hallen A, 2005:84). Instrument test dalam bentuknya yang nyata meliputi serangkaian pertanyaan (tertulis atau lisan) atau tugas yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang di test, jawaban atau pengerjaan atas pertanyaan atau tugas itu dijadikan dasar untuk menentukan tingkat pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap atau kualifikasi orang yang bersangkutan. Ada bermacam-macam test, seperti test intelegensi, test bakat, test kepribadian, test hasil belajar, test diagnostic (Prayitno, 2004:318). Hasil pengumpulan data dihimpun dalam cumulative record (himpunan data), digunakan secara optimal untuk kepentingan klien. Fungsi utama yang diemban oleh kegiatan pendukung aplikasi instrument ini adalah fungsi pemahaman. Data dan keterangan yang perlu dikumpulkan melalui aplikasi instrumentasi BK pada umumnya meliputi: a. Kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Kondisi mental dan fisik siswa, pengenalan terhadap diri sendiri. c. Kemapuan pengenalan lingkungan dan hubungan sosial. d. Tujuan, sikap, kebiasaan, dan keterampilan serta kemampuan belajar. e. Informasi karier dan pendidikan. f. Kondisi keluarga dan lingkungan. Ada beberapa pertimbangan yang perlu mendapat perhatian para konselor dalam penerapan instrumentasi BK, yaitu; instrument yang dipakai haruslah shahiah dan terandalkan, pemakaian instrument dalam hal ini konselor bertanggung jawab atas pemilihan instrument yang akan dipakai, pemakaian instrument harus dipersiapkan secara matang bukan hanya persiapan instrumentnya saja tetapi persiapan klien yang akan mengambil test itu, test atau instrument apapun hanya merupakan salah satu sumber dalam rangka memahami individu secara lebih luas dan dalam, ada dan dipergunakannya berbagai instrument lainnya bukanlah syarat mutlak bagi pelaksanaan pelayanan BK. 2. Penyelenggaraan himpunan data Penyelenggaraan himpunan data, yaitu kegiatan pendukung BK untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan klien. Himpunan data perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. Penyelenggaraan himpunan data bertujuan untuk menghimpun data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan klien dalam berbagai aspeknya. Data yang terhimpun merupakan hasil dari upaya aplikasi instrumentasi dan apa yang menjadi isi himpunan data dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam kegiatan layanan bimbingan. Fungsi utama bimbinngan yang didukung oleh penyelenggaraan himpunan data adalah fungsi pemahaman. Adapun materi umum himpunan data adalah berbagai hal yang termuat didalam himpunan data meliputi pokok-pokok data/keterangan tentang berbagai hal sebagaimana menjadi isi dari aplikasi instrumentasi BK. Selain itu, himpunan data juga memuat berbagai karya tulis atau rekaman kemampuan siswa, catatan anekdot, laporan khusus dan informasi pendidikan dan jabatan (Hallen A, 2005:84-85). 3. Konferensi kasus Konferensi kasus, yaitu kegiatan untuk membahas masalah yang dialami oleh klien dalam suatu forum ilmiah (konferensi) yang dihadiri oleh berbagai pakar yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, dan kemudahan bagi terobati dan teratasinya masalah yang dialami oleh klien. Konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Materi pokok yang dibicarakan dalam konferensi kasus ialah segenap hal yang menyangkut masalah klien yang dipandang sulit dan rumit. Permasalahan itu didalami dan dianalisa dari berbagai aspek/segi, baik rinciannya, sebab-sebab dan sangkut paut antara berbagai hal, maupun berbagai kemungkinan pemecahan serta faktor-faktor penunjangnya. Dikehendaki pula melalui konferensi kasus itu akan terbina kerjasama yang harmonis diantara para peserta pertemuan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh klien. Fungsi utama BK yang didukung oleh kegiatan pendukung ini adalah fungsi pengetahuan dan pemahaman agama serta fungsi pengobatan dan pengentasan masalah klien (Yahya jaya, 2004:124). 4. Kunjungan rumah Penangan masalah klien sering kali memerlukan pemahaman yang lebih jauh tentang suasana rumah atau keluarga klien. Untuk itu perlu dilakukan kunjungan rumah, kunjungan rumah tidak perlu dilakukan untuk semua klien, hanya untuk klien yang permasalahannya menyangkut dengan kadar yang cukup kuat peranan rumah atau orang tua sajalah yang memerlukan kunjungan rumah. Kegiatan kunjungan rumah dan juga pertemuan dengan orang tua, setidak-tidaknya memiliki tiga tujuan utama, yaitu: a. Memperoleh data tambahan tentang permasalahan klien, khususnya yang bersangkut-paut dengan keadaan rumah atau orang tua. b. Menyampaikan kepada orang tua tentang permasalahan anaknya. c. Membangun komitmen orang tua terhadap penanganan masalah anaknya. Untuk menyampaikan tujuan yang mana pun, sebagian atau bertahap, dalam kunjungan konselor terlebih dahulu menyampaikan perlunya kunjungan rumah kepada klien yang bersangkutan, menyusun rencana dan agenda yang konkret dan menyampaikannya kepada orang tua yang akan dikunjungi itu. Pelaksanan kunjungan rumah dilakukan sesuai dengan rencana. Kegiatan konselor dirumah orang tua klien, sesuai dengan agenda yang telah disampaikan kepada orang tua, dapat berupa wawancara, pengamatan terhadap fasilitas belajar anak dirumah, diskusi atau bimbingan dan konseling kelompok dengan sejumlah anggota keluarga, pengisian daftar isian dan lain-lain (Prayitno, 2004:324). 5. Alih tangan kasus Alih tangan kasus adalah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dihadapi klien dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak (konselor yang satu) ke pihak lainnya (konselor yang lain) yang lebih tepat dan benar. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penanganan masalah tersebut. Alih tangan kasus bertujuan untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami klien, dengan jalan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak kepada pihak yang lebih ahli. Fungsi utama bimbingan yang diemban oleh kegiatan alih tangan kasus ialah fungsi pengentasan. Sedangkan materi pokok yang dialih tangankan pada dasarnya sama dengan keseluruhan kasus yang dialami oleh klien yang bersangkutan. Secara khusus, materi yang dialih tangankan adalah bagian permasalahan yang belum tuntas ditangani oleh konselor. Materi khusus itu perlu dialih tangankan karena konselor tidak secara khusus membidangi materi itu dengan kata lain, materi ini diluar bidang keahliannya ataupun kewenangan konselor (Hallen A, 2005:87-88). C. PENUTUP 1. Kesimpulan Dalam bimbingan dan konseling dapat dilakukan sejumlah kegiatan lain yang disebut kegiatan pendukung. Kegiatan pendukung ini pada umunya tidak ditujukan secara langsung untuk memecahkan atau mengentaskan masalah klien, melainkan untuk memungkinkan diperolehnya data dan keterangan lain serta kemudahan-kemudahan atau komitmen yang akan membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan layanan terhadap klien. Kegiatan pendukung ini pada umumnya dilaksanakan tanpa kontak langsung dengan sasaran layanan. Kegiatan pendukung tersebut yaitu; aplikasi instrumentasi BK, peneyelenggaraan himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus. 2. Kritik dan saran Penulis menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulis, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir, tidak lupa penulis mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, PT Rineka Cipta, Jakarta: 2004. Yahya Jaya, Bimbingan Dan Konseling Agama Islam, Angkasa Raya, 2004. Hallen A, Bimbingan Dan Konseling, Quatum Teaching, Jakarta, 2005. PENILAIAN DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. PENDAHULUAN Penilaian termasuk bagian dari jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling yaitu dari segi pendekatan dan teknik bimbingan dan konseling, didalam setiap jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling terdapat pembahasan tentang penilaian dari setiap jenis-jenis layanan-layanan tersebut, penilaian hasil layanan diselenggarakan dalam tiga tahap, yaitu penilaian segera (laiseg) adalah penilaian yang diadakan segera menjelang diakhirinya setiap kegiatan layanan, penilaian jangka pendek (laijapen) adalah penilaian yang diadakan beberapa waktu (satu minggu-satu bulan) setelah kegiatan layanan, penilaian jangka panjang (laijapang) adalah penilaian yang diadakan setelah satu bulan atau lebih pasca layanan. B. PENILAIAN Penilaian merupakan suatu proses membandingkan suatu obyek dengan mengacu pada patokan-patokan tertentu, seperti baik/buruk, memadai/tidak memadai, memenuhi syarat/tidak memenuhi syarat, dan sebagainya. Hasil data yang diperoleh dari kegiatan penilaian ini ialah data kualitatif (kualitas suatu obyek). Kegiatan penilaian dalam bimbingan dan konseling bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan ketercapaian tujuan dari program yang telah ditetapkan. Sedangkan yang dinamakan dengan kegiatan menilai adalah suatu proses mengambil keputusan terhadap sesuatu yang mengacu pada ukuran tertentu, seperti menilai baik/buruk, sehat/sakit, pandai/bodoh, tinggi/rendah, dan sebagainya. Penilaian, terdapat hampir pada semua bagian jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling yaitu tepatnya pada pendekatan dan teknik layanan-layanan BK, yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan konsultasi, dan layanan mediasi. Penilaian hasil layanan diselenggarakan dalam tiga tahap, yaitu: 1. Penilaian segera (laiseg) adalah penilaian yang diadakan segera menjelang diakhirinya setiap kegiatan layanan. 2. Penilaian jangka pendek (laijapen) adalah penilaian yang diadakan beberapa waktu (satu minggu-satu bulan) setelah kegiatan layanan. 3. Penilaian jangka panjang (laijapang) adalah penilaian yang diadakan setelah satu bulan atau lebih pasca layanan Adapun metode yang dapat dilakukan dalam kegiatan penilaian hasil layanan BK dapat berupa: 1. Penilaian segera (Laiseg) yaitu penilaian yang dilakukan menjelang proses layanan itu berakhir. Penilaian bentuk ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang wawasan, pengetahuan baru, perasaan positif, dan rencana kegiatan yang akan dilakukan siswa/klien setelah selesainya layanan. 2. Penilaian jangka pendek (Leaijapen) yaitu penilaian yang dilakukan setelah beberapa hari berlangsungnya kegiatan layanan. 3. Penilaian jangka panjang (Laijapang) yaitu penilaian yang dilakukan dlaam kurung waktu tertentu. Misalnya satu bulan, satu semester, atau satu tahun. Muri (1998), menyatakan bahwa penilaian jangka pendek dan jangka panjang lebih mengacu pada terpecahnya masalah siswa secara keseluruhan. Adapun teknik yang dapat ditempuh dalam ketiga jenis penilaian ini antara lain angket, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan laporan penilaian. a. Penilaian dalam layanan orientasi Sesuai dengan tujuan layanan, penilaian terhadap hasil layanan ORIN (orientasi) difokuskan pertama-tama kepada pemahaman peserta terhadap elemen-elemen isi layanan. Pemahaman ini disertai wawasan, aspirasi, perasaan, sikap dan tindakan yang hendak dilakukan pasca layanan. Focus UCA (understanding, comfort, action) perlu ditekankan. Hasil layanan ORIN perlu dicek, baik secara lisan maupun tertulis. Tindak lanjut diperlukan terhadap hasil penilaian (Prayitno, 2004:12-13). b. Penilaian dalam layanan informasi Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, penilaian hasil layanan INFO difokuskan kepada pemahaman para peserta terhadap informasi yang menjadi isi layanan. Unsur U-Understanding sangat dominan. Pemahaman para peserta layanan itu lebih jauh dapat dikaitkan dengan kegunaan bagi peserta berkenaan dengan informasi yang diperolehnya itu. Dalam hal ini penilaian segera (laiseg) diperlukan, penilaian jangka pendek (laijapen) dan penilaian jangka panjang (laijapang) diselenggarakan sesuai dengan kegunaan materi informasi dalam kaitannya dengan pengentasan masalah klien yang secara khusus ditangani melalui layanan informasi itu sendiri, ataupun melalui layanan-layanan konseling lainnya (Prayitno, 2004:11). c. Penilaian dalam layanan penempatan dan penyaluran Penilaian hasil layanan PP dilakukan setelah beberapa waktu subyek layanan berada di lingkungan yang baru, yaitu digunakan laijapen (setelah satu minggu sampai satu bulan) dan laijapang (setelah lebih dari 1 bulan). d. Penilaian dalam layanan penguasaan konten Secara umum, penilaian terhadap hasil layanan PKO di orientasikan kepada diperolehnya UCA, secara khusus penilaian hasil layanan PKO ditekankan kepada penguasaan peserta atau klien atas aspek-aspek konten yang dipelajari. Laijapen dan laijapang dapat mencakup penilaian terhadap konten untuk sejumlah sesi layanan PKO, khususnya untuk rangkaian konten-konten yang berkelanjutan, format penelitian dapat tertulis maupun lisan (Prayitno, 2004:12). e. Penilaian dalam layanan konseling perorangan Terhadap jenis layanan KP perlu dilaksanakan 3 jenis pelayanan, yaitu laiseg, laijapan, laijapang. f. Penilaian dalam layanan bimbingan kelompok dan layanan konseling kelompok Hasil dari proses layanan BKp/KKp perlu dinilai. Pada tahap pengakhiran untuk setiap sesi dilakukan tinjauan terhadap kualitas kegiatan kelompok dan hasil-hasilnya melalui pengungkapan kesan-kesan peserta. Kondisi UCA (understanding, comfort, dan action) menjadi fokus penilaian hasil-hasil BKp/KKp. Penilaian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penilaian segera (laiseg), penilaian jangka pendek (laijapen) dan penilaian jangka panjang (laijapang). Laiseg dilakukan pada akhir setiap sesi layanan, sedangkan laijapen dan laijapang dilakukan pasca layanan. Penilaian ini dapat dilakukan secara lisan (melalui pengungkapan verbal) ataupun tulisan (dengan menggunakan format tertentu). g. Penilaian dalam layanan konsultasi Hasil layanan KSI perlu dinilai dalam ketiga ranahnya, yaitu pemahaman baru (understanding---U) yang diperoleh konsulti, perasaan (comfort---C) yang berkembang pada diri konsulti, dan kegiatan (action---A) apa yang akan ia laksanakan setelah proses konsultasi selesai. Berkenaan dengan tahap pelaksanaan penilaian (penilaian segera, jangka pendek, dan jangka panjang), penilaian untuk layanan konsultasi agak berbeda dari penilaian untuk layanan konseling perorangan. 1. Penilaian segera (laiseg). Fokus laiseg dalam layanan konsultasi terpusat pada kondisi diri konsulti berkenaan dengan ketiga ranah di atas (UCA). Laiseg ini menilai perolehan konsulti yang didapat dari proses konsultasi. 2. Penilaian jangka pendek (laijapen). Fokus laijapen dipusatkan pada bagaimana konsulti melaksanakan hasil konsultasi, terutama unsur A-nya. Respon dan dampak awal dari tindakan konsulti terhadap pihak ketiga sudah dapat menjadi bagian dari sasaran laijapen. Untuk ini, konsulti perlu terlebih dahulu dilatih oleh konselor untuk dapat melaksanakan laiseg terhadap perolehan pihak ketiga. 3. Penilaian jangka panjang (laijapang). Sasaran utama laijapang ialah perubahan yang terjadi pada diri pihak ketiga, khususnya berkenaan dengan permasalahan yang sejak awalnya dibawa oleh konsulti dalam berkonsultasi dengan konsultan. Seperti laijapen, konsulti juga perlu dilatih oleh konsultan untuk dapat melakukan laijapang terhadap pihak ketiga. Hasil semua penilaian di atas, terutama laijapen dan laijapang, akan sangat berguna untuk mempertimbangkan upaya tindak lajut berkenaan dengan penanganan permasalahan pihak ketiga. Lebih jauh, hasil seluruh penilaian itu akan menjadi bahan analisis dan diskusi pada kesempatan konsultasi berikutnya, apabila layanan konsultasi berlansung secara berkelanjutan (Prayitno, 2004:20-21). h. Penilaian dalam layanan mediasi Penilaian hasil konseling, sebagaimana juga diaplikasikan dalam layanan mediasi, ialah diperolehnya pemahaman baru tentang UCA setelah proses pelyanan berlangsung. Kegiatan penilaian dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu: 1. Laiseg, dalam layanan mediasi focus laiseg adalah UCA. 2. Laijapan, focus laijapen kepada kualitas hubungan antar peserta layanan , khususnya hubungan di antara dua pihak yang bertikai. 3. Laijapang, pendalaman, perluasan, dan pemantapan laijapen dalam rentang waktu yang lebih panjang. C. PENUTUP 1. KESIMPULAN Dalam jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling terdapat pendekatan dan teknik, dan didalam teknik layanan-layanan tersebut terdapat penilaian diantaranya. Penilaian disini mempunyai tiga tahap, yaitu laiseg (layanan segera) adalah penilaian yang diadakan segera menjelang diakhirinya setiap kegiatan layanan, laijapen (layanan jangka pendek) adalah penilaian yang diadakan beberapa waktu (satu minggu-satu bulan) setelah kegiatan layanan dan laijapang (layanan jangka panjang) penilaian yang diadakan setelah satu bulan atau lebih pasca layanan. 2. KRITIK DAN SARAN Penulis menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulis, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir, tidak lupa penulis mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Prayitno, Layanan L.1-L.9, UNP, Padang, 2004. http://sumut.kemenag.go.id/file/file/BKS2/wsnm1335154912.pdf http://riezkaratna73.blogspot.com/2013/07/pengukuran-penilaian-dan-evaluasi-dalam.html INSTUMENTASI DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING A. PENDAHULUAN Bimbingan dan konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari konselor kepada kliennya agar tercapai pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam rangka mencapai tingkat perkembangan optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Pemahaman yang utuh tentang klien dan kondisi lingkungannya akan dapat diperoleh dari data tentang kondisi klien dan lingkungannya. Berbagai instrument dapat membantu melengkapi dan mendalami pemahaman tentang klien dan masalahnya. Maka dalam kaitan itu konselor perlu memiliki wawasan dan keterampilan yang memadai dalam penggunaan berbagai instrument. B. INSTUMENTASI DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING Pemahaman tentang diri klien, tentang masalah klien, dan tentang lingkungan yang lebih luas dapat dicapai dengan berbagai cara. Wawancara dan dialog yang mendalam biasanya merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan pemahaman tentang diri dan masalah klien. Berbagai instrument dapat membantu melengkapi dan mendalami pemahaman tentang klien dan masalahnya. Maka dalam kaitan itu konselor perlu memiliki wawasan dan keterampilan yang memadai dalam penggunaan berbagai instrument. 1. Pengertian insrumentasi BK Instrumentasi bimbingan dan konseling memang merupakan salah satu sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan bimbingan dan konseling terlaksana secara lebih cermat dan berdasarkan data empiric. Yang termasuk ke dalam instrument yang dimaksudkan itu adalah berbagai test, inventori, angket dan format isian. Sedang untuk pemahaman lingkungan yang lebih luas dapat digunakan berbagai brosur, leaflet, selebaran, model, contoh, dan lain sebagainya. Instrumentasi membahas tentang berbagai alat yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang nyata dari klien. 2. Jenis dan bentuk instrumentasi a. Inventori adalah daftar kemampuan untuk mengukur karakteristik kepribadian atau keterampilan seseorang. Inventori merupakan suatu alat untuk mengungkap keadaan pribadi siswa, yang bentuk pengadministrasiannya serta pengolahan hasil-hasilnya lebih sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan test terstandar. b. Test merupakan prosedur untuk mengungkapkan tingkah laku seseorang dan menggambarkannya dalam bentuk skala angka atau klasifikasi tertentu. Instrument BK meliputi digunakan dan dikembangkannya berbagai instrument, baik berupa test maupun nontest. a. Instrument test, dalam bentuknya yang nyata test meliputi serangkaian pertanyaan, baik tertulis maupun lisan, atau tugas yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang di test, jawaban atau pengerjaan atas pertanyaan atau tugas itu dijadikan dasar untuk menentukan tingkat pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap atau kualifikasi orang yang bersangkutan. Ada bermacam-macam test, seperti test intelegensi, test bakat, test kepribadian, test hasil belajar, test diagnostic. Secara umum kegunaan test itu ialah membantu konselor dalam memperoleh dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai masalah individu yang di test, memahami sebab-sebab terjadinya masalah diri individu, mengenali individu, memperoleh gambaran tentang kecakapan, kemampuan atau keterampilan seorang individu dalam bidang tertentu. b. Instrument nontest, meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara, catatan anekdot, angket, sosiometri, inventori yang dibakukan. Teknik non test lebih sesuai digunakan untuk menilai aspek tingkah laku, seperti sikap, minat, perhatian, karakteristik dan lain sebagainya (Prayitno, 2004:318-319). 3. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan instrumentasi BK a. Instrument yang dipakai haruslah yang shahiah dan terandalkan. Pemilihan instrument yang akan dipergunakan didasarkan atas ketepatan kegunaan dan tujuan yang hendak dicapai. b. Pemakai instrument dalam hal ini konselor bertanggung jawab atas pemilihan instrument yang akan dipakai, misalnya test, monitoring pengadministrasiannya dan scoring, penginterpretasian skor dan penggunaanya sebagai sumber informasi bagi pengambilan keputusan tertentu. c. Pemakaian instrument, misalnya harus dipersiapkan secara matang, bukan hanya persiapan instrumentnya saja, tetapi persiapan klien yang akan mengambil test itu. d. Perlu diingat bahwa test atau instrument apa pun hanya merupakan salah satu sumber dalam rangka memahami individu secara lebih luas dan dalam. e. Ada dan dipergunakannya berbagai instrument lainnya bukanlah syarat mutlak bagi pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. 4. Yang termasuk kepada instrument non test, yaitu: a. Wawancara Wawancara merupakan suatu instrument pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengemukakan pertanyaan kepada klien secara lisan dan dijawab pula oleh klien secara lisan. Wawancara ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Wawancara langsung adalah apabila data yang dikumpulkan diperoleh dari individu yang bersangkutan sedangkan wawancara tidak langsung adalah wawancara dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh data tentang orang lain. b. Observasi Observasi atau pengamatan merupakan teknik untuk merekam secara langsung atau tidak langsung peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang sedang terjadi. Observasi dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu observasi partisipan (konselor langsung terlibat dalam mengamati kliennya), observasi non partisipan (konselor tidak terlibat langsung) dan kuasi partisipan (konselor seolah-olah ikut dalam kegiatan kliennya padahal tidak). c. Angket Dalam angket, tanya jawab dilakukan secara tertulis, dalam hal ini, data yang ingin dikumpulkan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tertulis dan responden menjawab pertanyaan itu secara tertulis pula. Dengan menggunakan angket atau kuesioner dapat diperoleh data tentang keadaan, data pribadi, pengalaman, pengetahuan atau pendapat dan lain sebagainya. Ditinjau dari segi sumber datanya angket juga dapat dibagi menjadi angket langsung dan tidak langsung. Bila ditinjau dari segi cara menjawabnya, angket dibedakan atas angket tertutup yaitu angket yang disusun dengan menyediakan jawaban lengkap sehingga pengisi angket hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih, angket terbuka adalah angket yang disusun sedemikian rupa sehingga pengisi bebas mengemukakan pendapatnya, angket campuran adalah angket yang di susun dengan cara menggabungkan angket terbuka dan tertutup. d. Sosiometri Sosiometri merupakan teknik psikologi sosial yang amat populer untuk mengumpulkan data mengenai hubungan sosial dan tingkah laku sosial peserta didik atau sering juga disebut sebagai suatu metode yang mempelajari konvigurasi psikososial dari pada suatu kelompok sosial. e. Studi kasus Studi kasus merupakan kegiatan pengumpulan informasi yang sangat terinci bahkan seringkali sangat bersifat pribadi. Data atau informasi yang dikumpulkan dalam studi kasus bersifat menyeluruh dan terpadu. Studi kasus memiliki ciri-ciri, antara lain mengumpulkan data secara lengkap, bersifat rahasia, terus-menerus (continue), sistematis dan terencana (ilmiah), data dapat diperoleh dari berbagai pihak (Hallen A, 2005:96-111). C. PENUTUP 1. KESIMPULAN Instrumentasi dalam bimbingan dan konseling adalah membahas berbagai alat (instrumentasi) yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang nyata dari klien. Instrumentasi dibagi menjadi instrumentasi test dan instrumentasi non test. Untuk memperoleh data yang diperlukan dari klien maka seorang konselor perlu melakukan wawancara, observasi, angket/kuesioner, sosiometri, dan studi kasus. Data juga dapat dibagi menjadi data kualitatif (berbentuk narasi/karangan) dan data kuantitatif (berbentuk angka). 2. KRITIK DAN SARAN Demikianlah makalah yang pemakalah buat, pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kami, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta, PT Renika Cipta, 2004. Hallen A, Bimbingan Dan Konseling, Quatum Teaching, Jakarta, 2005. SATLAN, SATKUNG DAN LAPEL PROG A. PENDAHULUAN Bimbingan adalah usaha untuk membantu siswa agar yang bersangkutan dapat mengenali dirinya sendiri, dapat menentukan keputusannya sendiri secara tepat dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta dapat memecahkan kesulitan-kesulitan hidupnya. Yang menjadi persoalan disini adalah bagaimana dan dalam bentuk apa usaha bantuan yang diberikan kepada siswa/klien sehingga bimbingan benar-benar bermanfaat bagi siswa/klien. Dalam makalah ini pemakalah akan menjelaskan lebih mendalam tentang aplikasi dari defenisi bimbingan konseling melalui kegiatan layanannya, seperti menjawab pertanyaan anda sebagai pembimbing, apa yang dilakukan seorang pembimbing di sekolah, meliputi layanannya (satlan-satkung), bidangnya (karier, belajar, pribadi, sosial). Usaha-usaha bantuan yang diberikan oleh sekolah kepada siswa dalam bentuk layanan-layanan disebut layanan bimbingan, layanan bimbingan inilah yang merupakan kegiatan bimbingan. B. SATLAN, SATKUNG DAN LAPEL PROG Layanan bimbingan di sekolah secara garis besar sesuai SK Mendikbud No 5/0/1995 dibagi menjadi 2, yaitu SATLAN (satuan layanan) dan SATKUNG (satuan pendukung). SATLAN, meliputi informasi, pembelajaran, penempatan-penyaluran, konseling (individu-kelompok), bimbingan (kelompok). Sedangkan SATKUNG, meliputi home visit, referral, konferensi kasus, konsultasi appraisal/pengumpulan data dan aplikasinya. 1. Layanan pengumpulan data Layanan ini merupakan layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa dengan jalan mengumpulkan berbagai informasi (keterangan) mengenai dirinya maupun mengenali lingkungannya. Tujuan dari layanan ini adalah untuk lebih mengenal dan memahami keadaan siswa secara menyeluruh, layanan ini amat penting karena siswa adalah makhluk yang unik sehingga hanya dengan pengenalan yang mendetail, kita akan dapat menentukan langkah dalam memberikan bantuan. Data yang perlu dikumpulkan dari diri siswa meliputi aspek jasmani, kejiwaannya, perkembangan akademisnya, sosialnya, kepercayaan dan sebagainya. Adapun cara yang dapat dipakai untuk mengumpulkan data ada dua, yakni teknik testing dan teknik nontesting. a. Teknik testing adalah cara mengumpulkan data dengan menggunakan alat-alat test, terutama test yang sudah terstandar (dibakukan), misalnya test kecerdasan, test bakat, test minat, test ingatan, test kepribadian dan test sikap. b. Teknik nontesting adalah cara mengumpulkan data dengan alat-alat nontest, teknik nontesting misalnya teknik observasi, interview, angket, biografi, dokumentasi, problem check list, angket kebiasaan belajar, home visit, sosiometri. 2. Layanan informasi Layanan informasi adalah layanan bimbingan yang berupa pemberian penerangan, penjelasan, pengarahan. Layanan informasi umumnya disampaikan dalam bentuk kelompok, cara pemberian informasi bisa disampaikan dengan cara pemberian brosur, lisan, baik secara perorangan maupun kelompok (group teaching) dan papan bimbingan. 3. Layanan penempatan Layanan penempatan merupakan layanan bimbingan yang ditujukan kepada siswa dengan berusaha mengelompokkan siswa kedalam suatu kelompok atau posisi tertentu yang sesuai dengan keadaan siswa, bakat, minat dan cita-citanya serta prestasi akademiknya sehingga siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berkembang seoptimal mungkin. 4. Layanan konseling kelompok dan individu Konseling merupakan bimbingan yang ditujukan kepada siswa secara face to face dengan cara wawancara. Layanan ini diberikan kepada siswa yang bermasalah dan umumnya diberikan secara individu. Layanan ini diperlukan hubungan yang baik serta sikap menerima dari pihak konselor terhadap klien. Layanan ini merupakan layanan professional sehingga pemberi layanan haruslah benar-benar orang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman yang cukup dan memiliki wewenang. 5. Layanan referal Ada kalanya masalah-masalah yang dihadapi siswa berbeda-beda dan diluar kemampuan dan wewenang konselor maupun staf sekolah, misalnya masalah sakit fisik (mata, telinga, dan sebagainya), gangguan psikis yang tergolong berat (neurosa,psikoneurosa, psikosa). Siswa yang mengalami masalah semacam ini jelas tidak dapat ditangani oleh konselor atau sekolah pada umumnya, layanan yang harus diberikan kepada siswa yang demikian adalah mengirimnya kepada ahli yang berwenang. Layanan untuk mengirimkan siswa ke ahli lain yang lebih berwenang inilah yang disebut dengan layan referal. 6. Layanan bimbingan (kelompok) Bimbingan kelompok merupakan sebuah kegiatan bimbingan yang dikelola secara klasikal dengan memanfaatkan satuan/grup yang dibentuk untuk keperluan administrasi dan peningkatan interaksi siswa dari berbagai tingkatan kelas. 7. Layanan konsultasi Layanan ini merupakan proses dalam suasana kerja sama dan hubungan antarpribadi dengan tujan memecahkan suatu masalah dalam lingkup professional dari orang yang meminta konsultasi. Ada 3 unsur didalam konsultasi, yaitu klien, orang yang minta konsultasi, dan konsultan. 8. Layanan konferensi kasus Layanan ini merupakan kegiatan pengkajian lebih mendalam terhadap suatu kasus yang melibatkan berbagai pihak dan dibahas dalam pertemuan besar atau kecil apabila diperlukan. 9. Layanan home visit Home visit merupakan kegiatan petugas melakukan kunjungan rumah untuk mengenal lingkungan hidup siswa sehari-hari jika informasi tentang siswa tidak dapat diperoleh melalui angket atau wawancara dan guru memerlukan informasi kasus kepada orang tua siswa meskipun kadang orang tua siswa diundang di sekolah (Elfi Mu’awanah, 2009:64-70). C. PENUTUP Penulis menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulis, guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir, tidak lupa penulis mengucapkan rasa syukur kehadiran Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Elfi Mu’awanah, Bimbingan Konseling Islam Disekolah Dasar, Bumi Aksara, Jakarta, 2009.